Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
KISRUH politik kembali mengancam Tunisia setelah Perdana Menteri Elyes Fakhfakh, yang baru menjabat kurang dari lima bulan, kemarin menyatakan mundur.
Keputusan Fakhfakh itu terkait dengan perselisihannya dengan Partai Ennahda soal tudingan konflik kepentingan. Ennahda merupakan penguasa kursi terbanyak di parlemen Tunisia.
“Untuk menghindari konflik antarinstitusi di negeri ini, PM Elyes Fakhfakh sudah menyampaikan surat pengunduran diri kepada Presiden Kais Saied,” ungkap kantor perdana menteri.
Fakhfakh, 47, yang juga memimpin partai kecil, yaitu demokratik sosial, saat ini menjalani pemeriksaan oleh parlemen. Ia disebut masih menguasai saham di perusahaan swasta yang belum lama ini memenangi kontrak pekerjaan umum di Tunisia.
Presiden Saied kini memiliki waktu sepuluh hari untuk mencari perdana menteri baru. Sesuai isi konstitusi, ia harus berkonsultasi dahulu dengan partai-partai politik. Kandidat yang diajukannya lalu memiliki waktu satu bulan untuk meraih dukungan dari parlemen.
Hubungan Fakhfakh dengan Ennahda sudah memburuk sejak pemilu legislatif pada Oktober tahun lalu. Awal pekan ini, Ennahda menyampaikan mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Fakhfakh.
“Kondisi ekonomi dan sosial Tunisia saat ini sudah merosot. Ini hanya bisa diatasi pemerintah yang tidak mengalami konflik kepentingan,” ungkap pejabat senior Ennahda, Abdelkarim Harouni.
Dalam pemilu Oktober, Ennahda menempati urutan pertama tapi gagal menguasai kursi mayoritas di parlemen. Akhirnya partai itu setuju bergabung dalam pemerintahan koalisi.
“Ennahda mau bergabung hanya karena terpaksa supaya tidak perlu ada pemilu ulang. Tapi akibatnya partai ini tidak bisa rukun dengan pemerintah,” ujar analis politik Chokri Bahria.
Dampak wabah
Tunisia selama ini dipuji sebagai contoh sukses yang langka dari transisi demokrasi setelah terjadinya pergolakan regional yang dijuluki Arab Spring.
Namun, seusai revolusi demokrasi yang terjadi pada 2011 itu, para pemimpin politik Tunisia gagal memenuhi harapan rakyat mereka. Kondisi ekonomi terus memburuk, terutama setelah perbatasan negara itu ditutup menyusul terjadinya wabah covid-19. Pandemi itu sejauh ini telah menewaskan 50 warga dan menginfeksi lebih dari 1.300 orang di Tunisia. (AFP/Van/X-11)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved