Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Senjata Baru Melawan Perburuan Liar

MI
21/4/2015 00:00
Senjata Baru Melawan Perburuan Liar
(AP)
JARINGAN pengawas perdagangan satwa liar, Traffic, kini memiliki senjata baru untuk melacak produk gading ilegal yang menyebabkan ratusan gajah dibantai di Asia dan Afrika. Senjata itu ialah uji DNA.

Pemeriksaan DNA forensik yang biasa digunakan dalam penyelidikan kriminal diyakini bisa membantu mengidentifikasi apakah gading gajah yang diperiksa berasal dari Asia atau Afrika.

Dr Richard Thomas, koordinator komunikasi global Traffic, mengatakan, "Ini kali pertama uji DNA ini digunakan untuk mengetahui apakah produk gading yang dijual legal atau tidak." Dia menambahkan, dengan mengacu pada pertemuan Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Terancam Punah (CITES) pada Maret 2013, delegasi negara-negara peserta telah diminta untuk secara rutin mengumpulkan data forensik dari seluruh gading yang berhasil mereka sita, terutama yang disita dalam jumlah besar atau di atas 500 kilogram.

Karena itu, ungkap Thomas, uji DNA ialah salah satu teknik yang bisa digunakan dalam perang melawan perdagangan ilegal spesies yang terancam punah.

Proyek terbaru yang tengah dilakukan Traffic ialah proyek kerja sama dengan Departemen Taman Nasional, Alam Liar, dan Konservasi Tanaman Thailand (DNP), untuk memerangi perdagangan gading ilegal di negara Asia Tenggara itu.

Thomas menegaskan segala produk hewan liar bisa diperiksa menggunakan tes DNA. ''Secara teori, senjata ini bisa digunakan untuk memerangi perdagangan segala bentuk hewan liar,'' ucapnya.

Menurut laporan World Wide Fund for Nature (WWF), gajah sri lanka dan gajah sumatra berada dalam daftar hewan yang terancam punah bersama dengan badak hitam, gorila, harimau bengal, paus biru, dan penyu hijau. WWF menyebut perdagangan gelap hewan liar diperkirakan bernilai lebih dari US$10 miliar per tahun dan dikendalikan sejumlah jaringan kriminal.

Khusus perdagangan gading, Thomas mengatakan, ''Kami sangat berhati-hati untuk berspekulasi mengenai harga di pasar gelap. Pasalnya, di pasar gelap, segalanya tidak pasti. Jika media melaporkan harga produk di pasar gelap tinggi, para kriminalis akan segera ambil bagian dalam perdagangan barang tersebut.''

Thailand

Dalam laporan Traffic disebut bahwa para peneliti telah melakukan uji DNA pada 160 produk gading yang dibeli secara resmi oleh para peneliti di berbagai toko di Thailand. Tujuannya mengetahui apakah produk gading itu berasal dari gajah asal Afrika atau Asia. Gajah afrika (Loxodonta africana) ditemukan di 37 negara di kawasan sub-Sahara Afrika, sedangkan gajah asia (Elephas maximas) ditemukan di Thailand dan 12 negara Asia lainnya.

Hasil pengujian lantas menyingkap bahwa sebagian besar produk gading yang ditemukan dan diujikan DNA itu berasal dari gajah afrika. 'Meski data yang ada terlalu kecil untuk mewakili seluruh pasar gading di Thailand, hal itu sudah menunjukkan gading gajah afrika mewakili sebagian besar gading yang dipasarkan di Thailand', tulis Traffic dalam laporan.

Pengujian DNA itu digunakan pihak berwenang Thailand untuk memerangi perdagangan ilegal gading. ''Kemampuan menggunakan DNA dan perangkat forensik lainnya akan memberi dukungan yang luar biasa dalam penegakan hukum,'' ujar Adisorn Noochdumrong, pejabat Wakil Direktur Jenderal DNP.

''Kami sangat peduli dengan masalah perdagangan liar gading dan tengah berusaha menciptakan undang-undang untuk memperkuat kendali perdagangan gading di Thailand,'' imbuhnya.

Bulan lalu, pemerintah Thailand merilis undang-undang yang mengatur kepemilikan dan perdagangan gading. Pemilik produk gading harus mampu menunjukkan gading milik mereka berasal dari gajah asia yang telah ditangkarkan di Thailand. Berdasarkan undang-undang itu, siapa pun yang memiliki produk gading harus mendaftarkan produk tersebut kepada DNP paling lambat pada 21 April 2015.

Mereka yang melanggar aturan tersebut terancam hukuman penjara selama tiga tahun dan atau denda maksimal sebesar 6 juta baht. ''Kami mengingatkan kepada semua pihak bahwa berdasarkan undang-undang yang baru, memiliki dan memperjualbelikan gading gajah afrika itu dilarang,'' pungkas Adisorn. (Ecobusiness.com/Bas/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya