Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Gila Kerja, Libur Panjang Bawa Dilema bagi Warga Jepang

AFP/Tesa Oktiana Surbakti/I-2
04/4/2019 03:30
Gila Kerja, Libur Panjang Bawa Dilema bagi Warga Jepang
Pekerja melintas di Distrik Ginza, Tokyo, Jepang, kemarin.(CHARLY TRIBALLEAU / AFP)

DALAM rangka menghormati pengunduran diri Kaisar Akihito pada 30 April, pekerja Jepang akan menikmati masa liburan selama 10 hari yang belum pernah terjadi sebelumnya. Liburan khusus tersebut menggabungkan banyak hari atau dikenal dengan sebutan Pekan Emas, yang jatuh setiap Mei.

Akan tetapi, kesempatan itu justru tidak menggembirakan warga Jepang yang gila kerja. "Sejujurnya saya tidak tahu bagaimana menghabiskan waktu, ketika kami tiba-tiba mendapat libur selama 10 hari," ujar pekerja keuangan berusia 31 tahun, Seishu Sato.

"Jika Anda ingin bepergian, semua tempat akan ramai. Selain itu, biaya wisata juga meningkat. Mungkin saya akan tinggal di rumah orangtua," imbuhnya.

Sebuah survei yang dirilis harian Asahi Shimbun menunjukkan 45% warga Jepang merasa tidak bahagia terhadap libur panjang. Sementara itu, 35% responden lainnya merasa bahagia. "Saya malah tidak bisa libur. Sebaliknya, saya akan sangat sibuk," kata Takeru Jo, pekerja gerai piza yang berusia 46 tahun.

Banyak yang berharap Tokyo dan kota-kota besar lainnya menjadi sepi, mengingat warga Jepang mungkin akan berlibur ke luar negeri di tengah kesempatan langka seperti itu. "Sebagian besar paket tur untuk liburan panjang sudah habis terjual," ungkap Hideki Wakamatsu, juru bicara Nippon Travel Agency.

Meski warga Jepang dilema terhadap libur tambahan sebagai dampak perubahan kepemimpinan, keluarga kekaisaran Jepang tetap populer seperti sebelumnya. Sebuah jajak pendapat oleh lembaga penyiaran publik NHK, menekankan hampir tidak ada warga yang mengaku antipati terhadap kekaisaran Jepang.

Mayoritas menaruh rasa hormat, sekaligus memiliki perasaan positif. Hanya sekitar 22% yang menyuarakan ketidakpedulian. Sentimen positif tersebut terus meningkat setiap tahun sejak 2003.

Profesor politik dari Universitas Terbuka Jepang, Takeshi Hara, mengatakan banyak yang mengapresiasi kegiatan yang berkaitan dengan kekaisaran.

"Perhatian mereka (kaisar dan pasangannya, Michiko) kepada para lansia, kaum difabel dan korban bencana alam, mendapat dukungan luas dari publik. Itu yang kerap diabaikan para politisi dalam tiga dekade terakhir," tutur Hara.

Akan tetapi, Hideto Tsuboi dari Pusat Penelitian Internasional untuk Studi Jepang, menyebut salah satu faktor utama popularitas Akihito terletak pada sikapnya. Kaisar Akihito disebut kerap memperhatikan generasi pascaperang Jepang, dan merenungkan kekejaman masa perang.

Pada peringatan 73 tahun berakhirnya Perang Dunia II tahun lalu, Akihito mengulangi penyesalan mendalam atas perang. Dia ingin perdamaian di 'Negeri Sakura' terus berlanjut. Tidak seperti monarki konstitusional pada umumnya, hampir tidak ada gerakan publik yang mengkritik kaisar. (AFP/Tesa Oktiana Surbakti/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya