Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
SANKSI Amerika Serikat (AS) yang bertujuan menekan kepemimpinan Nicolas Maduro membuat warga Venezuela khawatir kekurangan suplai bahan bakar. Komunitas internasional menyerukan Maduro untuk menyerah dalam perebutan kekuasaan dengan Juan Guaido.
Bukan persoalan mendukung sanksi AS atau tidak, warga Venezuela cenderung menyoroti kondisi ekonomi domestik yang semakin memburuk. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memprediksi tingkat inflasi Venezuela mencapai 10.000.000% pada tahun ini. Minimnya stok pangan dan obat-obatan juga memperparah situasi di negara Amerika Tengah.
Senin kemarin, AS menjatuhkan sanksi kepada perusahaan minyak Venezuela, PDVSA, terkait upaya pemangkasan sumber dana vital yang menyokong pemerintahan Maduro. Hasil pembelian minyak Venezuela yang akan ditahan, menjadi pukulan berat. Sebab, 40% produksi minyak mentah dari Venezuela dipasarkan ke AS.
"Kami khawatir tidak akan mudah menemukan bahan bakar dalam beberapa pekan mendatang. Sesungguhnya ini aneh, karena kami terbiasa dengan harga bahan bakar yang murah dan pasokan selalu tersedia," ujar salah satu warga Venezuela, Irene Mendez.
Baca juga: Maduro Ancam Balas Sanksi AS
Harga bahan bakar di Venezuela terbilang sangat murah. Sebagai gambaran, US$1 dapat membeli lebih dari 300 juta liter, namun besaran itu hanya dapat membeli 1 kilogram (kg) bawang. Mendez yang berprofesi sebagai akuntan, mendukung Guaido yang menekankan pengorbanannya tidak akan sia-sia untuk mencapai reformasi politik.
Seorang pengemudi truk, Gonzalo Lovera, memandang sanksi AS tidak masuk akal. Dia berharap pemerintah terlibat dalam dialog dengan oposisi, sekaligus kecewa terhadap keputusan Guaido yang mendeklarasikan diri sebagai presiden interim. Lovera khawatir kelangkaan bahan bakar akan menambah masalah serta memperburuk fungsi angkutan umum.
"Dalam pergulatan politik, yang dirugikan adalah rakyat," pungkasnya.
Lebih dari 40 orang tewas dan 850 orang ditahan dalam aksi protes melawan Maduro pekan lalu. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut sebagian besar kasus kematian terjadi ketika Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden. Langkah itu mendapat dukungan dari AS dan belasan negara Amerika Latin.
Guaido, presiden legislatif Majelis Nasional, menuduh Maduro melakukan kecurangan dalam pemilihan umum (pemilu) Mei 2018. Jajak pendapat itu diboikot oposisi sebagai protes atas penahanan dan pengasingan banyak pemimpin yang bersuara keras.
Selain kekurangan suplai kebutuhan pokok, Venezuela juga mengalami kegagalan layanan publik. Sekitar 90% sistem transportasi publik lumpuh akibat kelangkaan dan tingginya harga suku cadang. Sejak 2012, persoalan pasokan bahan bakar menyebar di sejumlah kota, yakni San Cristobal dan Maracaibo, dekat perbatasan Kolombia. Antrean kendaraan tak berujung terlihat di stasiun pengisian bahan bakar.
Walaupun terdapat ketegangan antara AS dan Venezuela sejak rezim sosialis Hugo Chaves berkuasa 20 tahun lalu, AS tetap menjadi klien minyak utama di Venezeula.
"Sekarang AS menuntut Maduro melepaskan kekuasaan jika ingin sanksi dicabut. Ketika tidak ada perubahan politik secepat mungkin, kita akan menghadapi masalah bahan bakar yang serius," tutur analis dari Ecoanalitica, Asdrubal Oliveros.(AFP/OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved