Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
DI sebuah danau tapal kuda, bagian tengah Sungai Yangtze, helaan nafas salah satu hewan yang terancam punah di Tiongkok, memecah keheningan. Dengan punggung hitamnya yang licin, lumba-lumba tanpa sirip berenang dengan lincahnya muncul ke permukaan, dan kemudian kembali masuk.
Lumba-lumba air tawar seperti duyung, menjadi penghuni Sungai Yangtze yang dikenal pemalu. Namun, satu-satunya spesies mamalia air yang tersisa di sungai terpanjang di Tiongkok, mempunyai julukan "malaikat tersenyum".
Baca juga: Hadirkan Suka Cita, Barack Obama Bergaya Sinterklas
Pencemaran lingkungan, praktik penangkapan ikan berlebihan, hingga padatnya lalu lintas logistik, membuat keberadaannya semakin terancam. Bahkan, ancaman yang mengintai lumba-lumba tanpa sirip sepeti duyung itu lebih parah dibandingkan panda, simbol hewan konservasi di Tiongkok. Belum lagi keberadaan bendungan hidroelektrik seiring melonjaknya kebutuhan energi, turut mengancam keanekaragaman hayati.
Pemerintah Tiongkok memperkirakan sedikitnya terdapat 1.012 duyung liar Yangtze pada 2017. Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan 1.800 panda raksasa, yang tidak lagi terancam punah. Sepanjang 2006-2012, populasi duyung Yangtze mengalami penurunan hampir setengahnya menjadi 1.040 ekor. Akan tetapi, laju penurunan mulai melambat yang mencerminkan gencarnya konservasi.
Upaya penyelamatan yang menjadi fokus peneliti ialah mengenalkan lumba-lumba tanpa sirip ke beberapa kawasan konservasi yang jauh dari sentuhan manusia. Di Cagar Alam Tianezhou, wilayah tengah Provinsi Hubei, terdapat danau tapal kuda yang terhubung dengan Sungai Yangtze. Pada 1990an, tim peneliti mulai membawa sekitar 30-40 lumba-lumba tanpa sirip ke wilayah tersebut. Saat ini populasinya bertambah menjadi 80 ekor.
"Kami melihat hewan itu tidak hanya mampu bertahan hidup, namun juga bereproduksi secara alami. Dan berhasil dilakukan di Tianezhou. Sungguh menggembirakan," ujar Wang Ding, ahli mamalia laut dari Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok.
Para peneliti terus menggaungkan urgensi penghentian aktivitas penangkapan ikan secara masif maupun kegiatan yang menghasilkan polusi, sekaligus membangkitkan kesadaran lingkungan di tengah masyarakat. "Kampanye dan pengawasan publik jelas berperan penting," tegas Manajer Proyek Spesies World Wildlife Fund (WWF), Zhang Xingqiao.
Pejabat pemerintahan Tiongkok berharap kasus kepunahan "baiji", salah satu mamalia air tawar yang hidup di Sungai Yangtze, tidak kembali terjadi. Spesies tersebut dinyatakan puhan sekitar 2006 lalu, menjadi kemunduran besar dunia konservasi di Tiongkok. Padahal, eksistensi subspesies air tawar langka itu dianggap sebagai barometer alami kesehatan sungai terpenting di Tiongkok.
Bagi penduduk setempat, lumba-lumba air tawar Yangtze dijuluki babi sungai lantaran tubuhnya yang gemuk dan kepala bulat. Dengan tubuh mencapai dua meter, duyung Yangtze kerap diburu manusia. Meski rasanya tidak terlalu lezat, namun hatinya digunakan sebagai ramuan obat tradisional.
Kondisi Sungai Yangtze yang semakin memprihatinkan pun mendorong Presiden Tiongkok Xi Jinping mengambil tindakan khusus. Dia mengistruksikan seluruh pemangku kepentingan memprioritaskan upaya perlindungan sungai. Sejumlah langkah yang dimaksud meliputi pembatasan proyek pengembangan, terbitnya aturan penangkapan ikan yang lebih ketat, berikut pelaksanaan sejumlah proyek konservasi. Dalam setahun terakhir, aksi penyelematan duyung Yangtze resmi diluncurkan, termasuk peningkatan relokasi dan memperbanyak situs konservasi.
Baca juga: Realitas Politik Kim-Trump Dalam Karya Satire
Perlahan, penduduk setempat menyadari perlunya aksi nyata untuk menyelamatkan spesies yang terancam punah. Seorang nelayan bernama Wang Hesong, memilih berganti profesi menjadi petugas patroli di sekitar danau tapal kuda sepanjang 21 kilometer (km).
"Lihatlah ke sana, ada seorang ibu dan bayi (duyung Yangtze)," ucap Wang seraya menghentikan kapalnya saat melihat dua punggung licin menembus permukaan. "Mereka muncul ke permukaan hanya beberapa detik untuk bernapas. Beruntung kami hampir melihatnya setiap hari," tuturnya.(AFP/OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved