Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Rezim Macron Dihadang Masalah Upah

Tesa Oktiana Surbakti
11/12/2018 04:50
Rezim Macron Dihadang Masalah Upah
(AFP/SYLVAIN THOMAS)

DALAM menyikapi aksi protes yang kian meluas, Presiden Prancis Emma­nuel Macron segera memberikan keterangan publik meliputi sejumlah langkah konkret.

Kalangan pengamat memperkirakan Macron akan mengubah arah kebijakan politik untuk meredam kekhawatiran publik.

“Pertanyaannya adalah seberapa besar, dalam proses konsesi, Macron dapat memberikan jawaban yang mampu meredam protes,” ujar pengamat politik Eropa dari TS Lombard, Constantine Fraser, kepada CNBC.

Dia menekankan pemerintahan Macron ke depan akan lebih banyak dihadapkan pada persoalan yang berkaitan dengan konsumen, standar hidup, dan upah pekerja.

“Saya tidak akan terkejut jika dalam beberapa tahun ke depan, Macron akan fokus terhadap persoalan standar hidup, konsumen, dan pendapatan masyarakat.”

Di lain hal, pemerintah Prancis mengakui pertumbuhan ekonomi nasional mereka akan melambat akibat imbas maraknya aksi protes. Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire bahkan menyebut gelombang demonstrasi membawa bencana bagi negara ekonomi terbesar di Zona Euro itu.

“Ini merupakan malapetaka untuk dunia usaha serta bagi perekonomian nasional,” ucap Le Maire setelah mengunjungi pertokoan di Paris yang rusak pascakerusuhan. Dia pun menegaskan pemerintah akan bersikap tegas terhadap perusuh maupun penjarah.

Dalam cuitannya, kemarin, Le Maire mengungkapkan aksi protes yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir, melemahkan pertumbuhan ekonomi Prancis pada triwulan IV 2018 sebesar 0,1%. Padahal, pertumbuhan ekonomi di kuartal I-III 2018 mengalami pertumbuhan sekitar 0,4%.

Menurutnya, iklim usaha di negara itu menjadi tidak kondusif. Seperti dialami konsumen yang hendak berbelanja keperluan menjelang Natal, terpaksa mengurungkan niat mereka.

Krisis parah di Prancis juga mendapat perhatian dari negara tetangganya. Sejumlah pemimpin negara akan mencermati tindakan yang diambil Macron sebagai figur politik besar di Eropa.

Semisal, Wakil Perdana Menteri Italia Matteo Salvini yang menilai kebijakan Macron harus disalahkan atas mencuatnya aksi protes.

Di lain sisi, pemerintah Turki menyebut pemerintah Prancis munafik lantaran sebelumnya gencar mengkritik Turki atas pelanggaran hak asasi manusia.

Seperti diketahui, dalam menghadapi kerusuhan, kepolisian Prancis malah menggunakan meriam air dan melemparkan gas air mata untuk membubarkan massa.

Pertemuan khusus

Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron dijadwalkan segera mengadakan pertemuan khusus untuk membahas krisis yang mengguncang negaranya.

Dia berencana menemui anggota serikat pekerja dan pelaku usaha dengan tujuan mengakhiri protes yang digulirkan barisan ‘rompi kuning’.

Kantor kepresidenan Champs Elysee menginformasikan Macron akan memberikan keterangan publik setelah pertemuan itu. Hal itu merupakan kali pertama sejak Prancis dilanda aksi protes massal yang berujung kerusuhan di berbagai wilayah.

Secara terpisah, pejabat pemerintah Prancis mengungkapkan pernyataan resmi Macron akan mencakup sejumlah langkah bersifat konkret dan segera, sebagai tanggapan terhadap tuntutan peng-unjuk rasa.

Kini, protes yang berisi sejumlah seruan semakin meluas di tengah masyarakat. Demonstrasi kian memanas di tengah kecurigaan bahwa Macron tidak lagi berpihak kepada kalangan menengah ke bawah.

Di sisi lain, mantan kandidat presiden sayap kanan, Marine Le Pen, mendesak Macron melakukan aksi nyata untuk mengakhiri penderitaan masyarakat. (AFP/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik