Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
ARAB Saudi pada hari Senin (4/6) mulai mengeluarkan surat izin mengemudi (SIM) pertama untuk wanita dalam beberapa dekade. Demikian kata pihak berwenang.
Langkah ini hanya beberapa minggu sebelum pencabutan bersejarah terhadap larangan kerajaan bagi pengendara wanita.
Sepuluh perempuan Saudi menukar SIM asing mereka dengan SIM bagi orang-orang Saudi di beberapa kota, termasuk ibukota Riyadh. Seperti diketahui, Kerajaan Saudi akan mengakhiri larangan mengemudi bagi wanita pada 24 Juni.
Langkah itu, yang diikuti tindakan keras pemerintah terhadap aktivis perempuan, adalah bagian dari upaya liberalisasi yang dipublikasikan secara besar-besaran oleh Pangeran Mahkota Mohammad bin Salman. Beliau saat sedang berusaha untuk memodernisasi negaranya.
"Sepuluh perempuan Saudi membuat sejarah pada hari Senin ketika mereka mendapat surat izin mengemudi," kata Pusat Informasi untuk Komunikasi Internasional (CIC).
"Harapannya adalah minggu depan 2.000 wanita lagi akan bergabung dengan jajaran driver berlisensi di kerajaan."
Pejabat Saudi Press Agency mengatakan pertukaran terjadi setelah pelamar perempuan menjalani tes praktis, tetapi tidak diberikan rincian tes yang diberikan.
"Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan bahwa saya akan menyetir di kerajaan," Rema Jawdat, salah satu wanita yang menerima lisensi, dikutip oleh CIC.
"Mengemudi, bagi saya mewakili pilihan. Pilihan untuk bebas. Sekarang kami memiliki opsi itu," tambah Jawdat, seorang pejabat di kementerian ekonomi dan perencanaan yang memiliki pengalaman mengemudi sebelumnya di Lebanon dan Swiss.
Jelang pencabutan larangan tersebut, Arab Saudi pekan lalu mengesahkan undang-undang untuk mengkriminalisasi peleceh seksual dengan bakal mengenakan hukuman penjara hingga lima tahun dan hukuman maksimum 300.000 riyal ($ 80.000).
- Reformasi dan tindakan keras
Arab Saudi, satu-satunya negara di dunia yang tidak mengizinkan perempuan mengemudi, telah lama menghadapi kecaman global yang menilai larangan ini sebagai penindasan perempuan.
Tetapi Pangeran Mohammed, yang baru-baru ini melakukan tur global yang bertujuan membentuk kembali citra keras kerajaannya, telah berusaha untuk melanggar batasan-batasan lama pada wanita.
Reformasi mandiri ini juga telah mengakhiri larangan operasional bioskop selama beberapa dekade, dan memungkinkan konser-konferensi campuran gender serta memotong kekuasaan polisi agama yang lama ditakuti.
Namun, gerakan reformasi ini dibayangi kekerasan Arab Saudi pekan lalu ketika menahan 17 orang karena dinilai merusak keamanan kerajaan. Aktivis menyebut ini sebagai tindakan keras terhadap aktivis.
Kelompok-kelompok hak azasi manusia telah mengidentifikasi banyak aktivis masih ditahan karena menentang pelarangan hak mengendarai dan mengakhiri sistem perwalian laki-laki Islam yang konservatif.
"Langkah pihak berwenang Saudi yang akhirnya mengeluarkan lisensi untuk wanita disambut baik, tetapi para wanita yang berkampanye selama bertahun-tahun ini sekarang masih berada di balik jeruji dan bukannya di belakang kemudi," kata Samah Hadid, Direktur Kampanye Timur Tengah Amnesty International.
"Pemerintah harus membebaskan mereka sekarang."
Pihak berwenang mengatakan delapan dari tahanan telah dibebaskan sementara sampai penyelidikan mereka selesai.
Sembilan tersangka, termasuk empat wanita, tetap berada dalam tahanan setelah mereka mengakui banyak tuduhan seperti kontak yang mencurigakan dengan organisasi garis keras dan merekrut orang-orang di posisi pemerintah yang sensitif.
Laporan sebelumnya di media yang didukung negara mencap beberapa aktivis ini pengkhianat dan agen kedutaan asing.
Para pegiat kemanusiaan telah menolak laporan itu sebagai kampanye kotor dan tindakan keras telah memicu banyak kritik di tingkat global.
Parlemen Eropa pekan lalu menyetujui resolusi yang menyerukan pembebasan tanpa syarat dari aktivis yang ditahan dan pembela hak asasi manusia lainnya. (AFP/X-10)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved