Headline
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
PENGADILAN Mesir, pada Rabu (4/2), menjatuhkan vonis seumur hidup kepada 230 aktivis sekuler yang terlibat dalam revolusi penggulingan penguasa Hosni Mubarak pada 2011, termasuk pemimpin mereka, Ahmed Douma, 26. Sedangkan 31 lainnya, semua di bawah umur, dipenjara selama 10 tahun.
Vonis tersebut merupakan vonis paling keras sejauh ini yang dijatuhkan pada para aktivis nonkelompok Ikhwanul Muslimin dalam aksi menindak oposisi yang diperintahkan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi. Selain itu, ratusan pendukung mantan presiden Mohamed Morsi, penerus Mubarak, yang merupakan anggota kelompok Ikhwanul Muslimin, telah dijatuhi vonis mati lewat proses peradilan cepat.
Seluruh terpidana itu dinyatakan bersalah dalam kerusuhan dengan pasukan militer di Tahrir Square, Kairo, pada Desember 2011. Mereka juga diputus bersalah karena menyerang pasukan dan membakar sejumlah gedung pemerintah, termasuk pusat budaya yang didirikan pada 1798 oleh Napoleon Bonaparte yang di dalamnya tersimpan 200 ribu buku. Semua terdakwa pun dikenai denda US$2,2 juta.
Adapun Douma merupakan pemimpin utama protes anti-Morsi. Dalam persidangan, dia merupakan satu-satunya terdakwa yang hadir dalam kurungan di ruang sidang. Terdakwa lain disidang in absentia.
Douma juga telah menjalani penjara selama 3 tahun karena melanggar undang-undang perizinan aksi protes, ditambah 3 tahun lagi karena melakukan penghinaan di pengadilan.
Pengacara Douma, Sameh Samir, mengkritik putusan tersebut. "Hakim mengarahkan para pengacara pembela dalam tuntutan, dia juga menghalangi kami untuk hadir dalam proses persidangan, dan kini, dia mengeluarkan vonis yang belum pernah ada sepanjang sejarah Mesir," kata Samir.
Saudara laki-laki Douma, yakni Mohamed, pun mengecam putusan tersebut. "Ini vonis yang berlebihan dan bertentangan dengan revolusi, juga menunjukkan rasa benci pribadi sang hakim pada revolusi dan para aktivis," kata Mohamed.
Vonis itu juga menuai kecaman dari Amerika Serikat. "Peradilan dan vonis massal bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi dan semestinya diatur perundangan. Dalam kondisi seperti ini, tidak mungkin dilakukan peninjauan bukti-bukti dan kesaksian secara adil," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki.
Uni Eropa pun mengkritik putusan tersebut dan menyebut Mesir melanggar kewajiban internasionalnya dalam perkara hak asasi manusia. Pernyataan Uni Eropa menyebut, "Uni Eropa menyeru pemerintah Mesir untuk menghormati kewajiban internasional mereka dan memastikan hak manusia mendapatkan peradilan yang adil." (AFP)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved