Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
DAPATKAH Anda mengajari karyawan untuk tidak menjadi rasis? Jawabannya bisa ya atau tidak.
Namun, itulah yang dilakukan perusahaan kopi raksasa, Starbucks, yang menutup seluruh gerainya di Amerika Serikat (AS) pada Selasa (22/5) untuk melakukan pelatihan pada staf bias rasial.
Pelatihan yang belum pernah terjadi sebelumnya itu dilakukan di lebih dari 8.000 outlet di AS.
Inisiatif itu diumumkan manajemen Starbucks pada 17 April dan diperkirakan pelatihan berlangsung selama empat jam kepada 175 ribu karyawan.
Bukan tanpa alasan, Starbucks mengadakan pelatihan itu setelah terjadi penangkapan dua laki-laki muda berkulit hitam di salah satu outlet-nya di Philadelphia.
Insiden yang terjadi lima hari sebelum pengumuman itu memicu kemarahan, protes, dan keprihatinan diskriminasi serta ketegangan rasial hingga pada 15 April 2018, Camille Hymes, Wakil Pimpinan Regional Starbucks berbicara kepada media dan demonstran.
Dalam cuplikan video, dua pemuda itu masuk Starbucks dan salah satunya meminta untuk menggunakan toilet, tapi toilet hanya dikhususkan untuk pelanggan Starbucks.
Keduanya akhirnya duduk menunggu seorang yang lain sebelum memesan minuman. Namun, manajer Starbucks menelepon polisi.
Datanglah aparat keamanan berseragam yang kemudian bertanya dan memborgol kedua laki-laki yang tidak melawan.
"Mau di toko-toko, di kereta api, bias implisit atau eksplisit, Anda melihatnya sepanjang waktu," kata James Bell, 47, pelanggan Starbucks dan konselor di sekolah mayoritas kulit hitam di Brooklyn.
Bell menunjukkan contoh-contoh lain diskriminasi yang terjadi di jejaring sosial, yakni seorang siswa menelepon polisi saat seorang mahasiswa pascasarjana kulit hitam di Universitas Yale tertidur di ruang umum pada Mei lalu.
Bagi Ifill, Starbucks telah menciptakan jendela penting bagi perusahaan ritel di AS untuk mulai terbuka menangani bias rasial.
Ifill adalah salah satu rekan bersyarat Starbucks dalam menyusun kurikulum pelatihan. "29 Mei bukanlah solusi, ini langkah pertama," kata Starbucks di situsnya.
Jadi apa yang diajarkan kepada karyawannya? Starbucks menolak memberikan akses media ke sesi pelatihan, tapi telah merilis video pendek sebelum pelatihan dimulai. Dalam video pendek itu, para karyawan menonton film dokumenter Stanley Nelson tentang sejarah Afrika-Amerika dan mendiskusikan dalam kelompok-kelompok kecil pengalaman mereka tentang diskriminasi rasial.
Sharon Rush, Ahli Hukum dan Hubungan Ras di University of Florida, berharap inisiatif Starbucks dapat mendorong perusahaan lain untuk meningkatkan pelatihan tentang diskriminasi rasial. "Jika perusahaan lain mengatakan 'Saya harus melakukan ini,' itu akan menjadi hasil positif yang nyata," tandasnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved