Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
MENJADI ibu merupakan profesi mulia. Namun, menjadi ibu sekaligus dokter akan jauh lebih mulia bagi Jahantab Ahmadi, petani asal Daikundi, Afghanistan.
Sembari duduk di tanah sambil menggendong seorang bayi mungil di pangkuannya, Ahmadi terlihat fokus mengerjakan soal-soal ujian masuk universitas.
Foto tentang upaya gigih Ahmadi yang begitu bermakna diambil profesor di universitas swasta, Nasir Khusraw, di Afghanistan Tengah.
Seketika, foto tersebut menuai luapan kekaguman. Bahkan, sejumlah pihak menawarkan bantuan finansial untuk ibu berusia 33 tahun itu.
Kegigihan Ahmadi bertolak belakang dengan kondisi sebagian besar perempuan Afghanistan yang buta huruf dan diperlakukan sebagai warga negara kelas dua.
"Saya tidak ingin kehilangan studi saya. Saya ingin bekerja di luar rumah. Saya ingin menjadi dokter, seseorang yang melayani perempuan di komunitas atau masyarakat saya," jelas ibu yang tinggal di desa penghasil gandum, jagung, dan kentang itu.
Ahmadi yang baru tahu fotonya menggendong Khizran selama ujian bulan lalu menjadi viral, mengaku bingung.
"Teman-temanku di desa memberi tahu 'kamu telah difoto'. Aku bertanya, bagaimana aku tidak tahu sedang difoto? Dan mereka berkata saat difoto kamu sedang berkonsentrasi di atas kertas'," katanya.
Sakit telinga
Ahmadi menceritakan awalnya sang buah hati menderita sakit di telinga dan tidak mau berhenti menangis. Dia pun sempat kebingungan menghadapi situasi tersebut.
Untuk membuat sang buah hati tenang dan tidak mengganggu orang lain, Ahmadi akhirnya duduk di tanah sambil terus menulis mengerjakan soal ujian yang ada di depannya.
"Saya harus berkonsentrasi pada bayi saya sekaligus mengerjakan soal-soal ujian," kata Ahmadi menguraikan kisah perjuangannya.
Untuk mewujudkan cita-citanya menjadi dokter, dia harus melakukan perjalanan berat menuju Provinsi Nili. Selama 2 jam Ahmadi berjalan kaki melintasi gunung.
Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan menumpang angkutan umum menyusuri jalan bergelombang selama sembilan jam. Namun, perjuangannya tidak sia-sia. Dia lulus ujian dan diterima sebagai mahasiswi kedokteran.
Perjuangan Ahmadi mendapat simpati dari berbagai kalangan. Salah satunya kampanye daring GoFundMe yang diluncurkan Asosiasi Pemuda Afghanistan.
Kelompok itu menggalang dana untuk membantu Ahmadi membayar biaya kuliah di universitas tersebut.
Sejauh ini dana yang telah terkumpul sekitar US$14 ribu. Dukungan juga datang dari para netizen. "Anda ialah juara dunia sejati," tulis Nazar Hussein Akbari di Facebook. Aktivis hak-hak perempuan Afghanistan, Zahra Yagana, ikut terkesan dan menghubungi Ahmadi.
Dia meyakinkan ibu muda itu untuk datang dan belajar di Kota Kabul. Tidak hanya itu, Ahmadi juga dijanjikan akan diberi rumah untuk tempat tinggal bersama keluarga.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved