Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
PRESIDEN Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin, kemarin, menyebut pengakuan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bahwa Jerusalem ialah ibu kota Israel berisiko meningkatkan ketegangan di kawasan.
Pernyataan Trump itu serta rencana AS untuk memindahkan kedutaan besar mereka di Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem telah memicu aksi demonstrasi yang berujung kekerasan selama lima hari di kawasan Timur Tengah. "Baik Rusia maupun Turki memandang keputusan itu sangat tidak membantu mengatasi situasi di Timur Tengah. Keputusan itu bahkan menyebabkan situasi yang telah buruk semakin memburuk," ujar Putin dalam sebuah konferensi pers di Ankara.
"Apa yang dilakukan Trump bisa menggagalkan proses perdamaian antara Israel dan Palestina," imbuhnya pascapertemuan dengan Erdogan setelah Presiden Rusia itu melakukan lawatan ke Suriah dan Mesir. Erdogan mengatakan dirinya dan Putin satu pandangan mengenai keputusan Trump itu. Erdogan menambahkan dirinya memandang Israel malahan memperparah kondisi pascakeputusan Trump itu.
"Israel menggunakan hal itu sebagai kesempatan untuk meningkatkan tekanan dan kekerasan terhadap warga Palestina," seru Erdogan.
Sikap Uni Eropa
Dari Brussels, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dipermalukan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini kala berbicara dalam sebuah konferensi pers bersama.
Kala itu, Netanyahu yang mendapat kesempatan berbicara dengan percaya diri menegaskan bahwa sebagian besar atau bahkan semua negara Eropa akan menyusul AS untuk mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
"Jerusalem ialah ibu kota Israel, tidak ada seorang pun yang bisa menyangkalnya. Pengakuan itu tidak menghambat perdamaian, justru membuat perdamaian mungkin karena mengakui kenyataan adalah substansi perdamaian. Ini adalah dasar bagi perdamaian," kata Netanyahu dalam konferensi pers pascapertemuan dengan Mogherini. Namun, Mogherini yang berbicara setelah Netanyahu langsung membantah pernyataan PM Israel tersebut.
"Uni Eropa tidak akan bergabung dengan Trump untuk mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel," tegas Mogherini sembari memandang Netanyahu.
"Kami akan meningkatkan kerja sama dengan mitra di wilayah tersebut, termasuk Mesir dan Yordania, serta orang-orang Israel dan Palestina untuk mengupayakan kembali proses perdamaian walaupun rasanya sulit," imbuhnya.
Bahkan, Mogherini menegaskan bahwa Uni Eropa yang merupakan donor terbesar untuk Palestina akan terus memberikan dukungan bagi negara itu.
Menurut Mogherini, Uni Eropa akan terus berusaha keras untuk menciptakan solusi dua negara bagi perdamaian Israel-Palestina dengan Jerusalem menjadi ibu kota kedua negara dan perbatasan kedua negara dikembalikan seperti sebelum era Perang Arab-Israel 1967.
Namun, Uni Eropa yang beranggotakan 28 negara tidak kompak terkait dengan masalah Israel-Palestina. Hongaria, Yunani, Lithuania, dan Republik Ceko ingin menjalin hubungan lebih akrab dengan Israel. Bahkan, Hongaria, pekan lalu, menolak ambil bagian dalam pernyataan bersama Uni Eropa yang mengecam keputusan Trump.
Uni Eropa memandang keputusan Trump untuk mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel melanggar konsensus internasional dan bisa membuat perundingan damai Israel-Palestina mengalami kemunduran. (AFP/AP/I-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved