Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PANGGILAN untuk salat atau azan asar terdengar di sekitar kamp pengungsian Kutupalong, Bangladesh, saat Hasina Aktar meninggalkan klinik temporer tempat dia melahirkan 24 jam lebih awal. Perempuan 20 tahun itu hampir tidak dapat berjalan dan membawa putranya yang masih bayi. Di balik kegembiraannya karena melahirkan dengan selamat, di hati Aktar terbesit was-was besar tentang masa depan mereka.
Aktar dan bayinya, Mohammed Jubayed, menghadapi perjuangan hidup dan mati, setelah terbawa dalam salah satu krisis pengungsi terbesar dalam beberapa dasawarsa. Ia termasuk dari 530 ribu lebih muslim Rohingya yang lari menyelamatkan diri dari tindakan keras aparat di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, ke Bangladesh dalam delapan pekan terakhir.
Diselimuti dengan handuk mandi robek, kulit Mohammed kecil berwarna merah karena iritasi yang disebabkan panas dan kelembapan yang menyelimuti kamp-kamp di sekitar kota perbatasan Cox's Bazar di Bangladesh, tempat minoritas Rohingya yang teraniaya mencari tempat perlindungan. Menjaga kebersihan ialah perjuangan dan infeksi pascamelahirkan yang disebabkan gizi buruk marak di antara bayi yang baru lahir.
Ini ialah salah satu dari banyak ancaman di kamp-kamp penuh sesak yang sekarang menjadi rumah bagi pengungsi itu. Di depan klinik, Aktar hampir tidak bisa berbicara saat ditanya di mana keluarganya berada. Dia mencoba menghubungi mereka via telepon, tapi tidak ada yang menjawab. Setelah 30 menit, suami dan ibu mertuanya tiba setelah perjalanan mereka ke klinik tertahan hujan deras.
Keluarga itu bergegas ke kamp dengan melewati jalan becek berbau busuk, dengan anak-anak telanjang bermain di genangan air yang hitam dan asap tebal naik dari bukit terdekat saat makan malam disiapkan. Aktar berjuang keras untuk berjalan dengan suami dan ibunya saat mereka kembali ke gubuk dengan atap plastik hitam dan lantai lumpur yang merupakan rumah baru Mohammed. (AFP/Haufan Hasyim Salengke/I-1)
Ada empat orang dewasa dan dua anak yang sudah tinggal di tempat sempit yang sulit berdiri tegak itu. Masih terbungkus handuk, Mohammed kecil tidur di atas tikar di sudut gubuk di antara panci dan wajan. "Saat lantai tanah membuatnya sakit, dia menangis," kata sang ibu. Namun, secara keseluruhan Mohammed bertahan dengan baik meski dia masih belum memiliki pakaian.
"Saya hanya bisa menyusuinya empat atau lima kali sehari, saya tidak punya cukup ASI," kata sang ibu, masih kelelahan setelah melahirkan. Nur Kalima, anak perempuan Aktar yang berusia 3 tahun, ingin perhatian yang cukup diberikan untuk saudara barunya. Namun, Aktar harus mencurahkan waktunya untuk menanak nasi dengan sedikit garam.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved