Headline
Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.
Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.
Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.
AMERIKA Serikat (AS) diperkirakan akan meninggalkan kesepakatan nuklir antara Iran dengan enam kekuatan dunia Inggris, Tiongkok, Prancis, Jerman, Rusia, dan AS serta koordinator, Uni Eropa. Hal itu terjadi setelah Presiden AS Donald Trump menarik dukungannya terhadap kesepakatan nuklir itu dan menargetkan program rudal dan proksi milisi nasional Iran dalam pidatonya di Gedung Putih, Jumat (13/10) pukul 12.45 waktu setempat.
Awalnya, Trump diprediksi akan mengumumkan kesepakatan nuklir 2015 itu tidak lagi menjadi kepentingan nasional AS walaupun Menteri Pertahanan AS Jim Mattis mengaku kesepakatan nuklir masih masuk kepentingan nasional ‘Negeri Paman Sam’ pada pekan lalu. Namun, menurut pejabat AS, Trump tidak akan mengakhiri kesepakatan secara langsung atau menuding Korps Pengawal Revolusioner Islam Iran yang kuat sebagai organisasi teroris.
Sebaliknya, Trump membuat para anggota parlemen AS memutuskan untuk mengeluarkan salah satu pilar dasar perjanjian dengan menggertak kembali sanksi melawan Iran.
“Ini kesepakatan terburuk. Kami tidak mendapat apa-apa. Kami melakukannya dari kelemahan. Padahal, sebenarnya, kami memiliki kekuatan besar,” ungkap Trump kepada Fox News, Rabu (11/10).
Berkat perilaku yang tidak populer, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson sibuk berkomunikasi dengan para sekutu AS lewat telepon demi meyakinkan kesepakatan yang sia-sia. Inspektur nuklir PBB mengatakan Iran memenuhi persyaratan teknis dari sisi tawar menawar yang secara dramatis membatasi program nuklir mereka dengan imbalan bantuan sanksi.
Di sisi lain, Presiden Iran Hassan Rouhani mengecam AS yang menentang seluruh dunia dengan mencoba meninggalkan kesepakatan nuklir yang penting. “Akan benar-benar jelas mana pemerintahan tanpa hukum. Akan jelas negara mana yang dihormati negara-negara dunia dan opini publik global,” tuturnya.
Rouhani telah mendapat tuntutan hukum AS untuk mengesahkan kembali kepatuhan Iran atas kesepakatan tersebut setiap 90 hari dengan alasan Teheran kehilangan semangat mereka.
Berpikir ulang
Sekutu terdekat AS telah mendesak Trump untuk berpikir ulang. Dalam pidato di PBB, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini memperingatkan, “Kesepakatan tersebut tidak hanya milik satu negara. Itu milik masyarakat internasional.” Apalagi dengan kesepakatan yang dianggap gagal, Iran berpotensi bebas mengembangkan rudal balistik dan mensponsori milisi proksi di wilayah mereka.
“Mencampur segala sesuatu berarti mempertaruhkan segalanya. Ancaman eksistensial adalah bom. Kesepakatan nuklir tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah Libanon,” kata seorang sumber, diplomat Prancis. Eropa juga mengkhawatirkan posisi AS yang melepaskan peran kepemimpinan dalam sistem internasional berbasis aturan yang stabil.
Pada Selasa (10/10), Perdana Menteri Inggris Theresa May meminta Gedung Putih meyakinkannya atas komitmen pemerintah AS terhadap kesepakatan sebagai mitra Eropa. Akan tetapi, saat ini, pemerintah AS hampir tidak mengangkat telepon dan diplomat Eropa di Washington secara pribadi mengeluh bahwa pesan mereka tidak sampai. (AFP/I-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved