Headline

Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.

Fokus

Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.

Meraih Prestasi Bermain Kriket untuk Prancis

Ire/I-4
14/10/2017 08:27
Meraih Prestasi Bermain Kriket untuk Prancis
(AFP PHOTO / PHILIPPE HUGUEN)

LAPANGAN rugbi itu tertutup oleh gedung katedral yang menjulang tinggi. Di sana, sekelompok pengungsi muda membuat semacam komunitas yang kini terkenal akan permainan kriket yang indah. Saint Omer terletak 40 km di bagian selatan pelabuhan Channel Calais. Di wilayah itu bermukim para migran yang selalu berusaha hijrah ke Inggris dengan cara menyelundupkan diri.

Seperti di banyak kota di Eropa Barat, keberadaan para migran menimbulkan tantangan baru. Namun, berkat pendatang baru yang memiliki ketangkasan, Saint-Omer berubah menjadi pusat kriket di negara yang didominasi olahraga sepak bola dan rugbi. Kota itu meraih kejayaan baru saat sekelompok pengungsi asal Afghanistan dan Pakistan yang memakai warna Saint Omer Cricket Club Star membawa pulang piala kejuaraan kriket Hauts-de-France.

“Sebelumnya saya tidak tahu ada orang bermain kriket di Prancis!” kata Ataullah Otmankhil, penggemar olahraga asal Afghanistan Utara yang menjadi salah satu pemainnya. Pemuda berusia 21 tahun itu berangkat dari negaranya yang dilanda perang menuju Eropa. Beragam cara dia tempuh untuk mencapai daratan benua itu, mulai berjalan kaki, menumpang kereta api, truk, hingga mobil.

Hari demi hari sampai enam bulan lamanya, usaha Otmankhill tidak membuatnya sampai ke tujuan. Saat tenda pengungsian migran yang kumuh dan luas dibongkar di Calais tahun lalu, para penghuninya pindah dan menyebar ke seluruh negeri. Otmankhil yang sekarang berambut pendek klimis dan berjenggot rapi beruntung mendapatkan keluarga angkat di Prancis. Dia pun mendapat kesempatan belajar keterampilan kelistrikan.

Di waktu senggang, Otmankhil dan rekan-rekannya sesama pengungsi berkumpul untuk mengasah keterampilan mengangkat bat. Hal itu mengembalikan memori mereka akan kampung halaman seperti juga rekan setimnya Oriakhil Shahid. Sekitar 30 pengungsi asal Afghanistan dan Pakistan berusia 15 sampai 32 tahun bergabung dalam klub itu. Meski belum mampu menarik minat penduduk setempat, bagi Oriakhil sebagai pemain termuda, klub itu layaknya keluarga.

“Klub ini untuk semua orang, Prancis, Afghanistan, dan lainnya. Kami akan bermain bagus, insya Allah,” harap Oriakhil untuk kemenangan berikutnya. Pemandangan orang-orang asing yang berlari mengelilingi lapangan rugbi dengan bat di tangan tidak membuat semua orang di kota berpenduduk 16 ribu jiwa itu senang. “Terkadang saya mendapat hinaan,” kata Nicolas Rochas, sukarelawan yang membantu para migran berintegrasi. Namun, dia menjadikan tekanan itu sebagai semangat untuk memastikan para pengungsi muda dapat berintegrasi dengan masyarakat setempat. (AFP/Ire/I-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya