Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
TAIWAN tidak ingin ketinggalan dalam upaya memerangi pemanasan global. Pemanasan global dan perubahan iklim memengaruhi semua umat manusia dan keberlanjutan dunia. Karena itu, hal itu harus menjadi fokus bersama. UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pun telah meminta kerja sama seluas-luasnya dari semua negara dunia dalam memerangi pemanasan global tersebut untuk menghindari konsekuensi yang menghancurkan selama 23 tahun terakhir. Namun, pemerintah ROC (Taiwan) dan 23 juta orang yang diwakili mereka masih belum memiliki akses yang tepat ke dalam pertemuan Conference of Parties (COP). Sejak COP pertama pada 1995, Taiwan hanya diizinkan untuk berpartisipasi sebagai pengamat organisasi nonpemerintah (LSM) dengan nama Industrial Technology Research Institute. Status LSM itu hanya memberi akses Taiwan ke acara-acara sampingan UNFCCC, yang tidak efektif dan tidak tepat.
Menurut Kepala Perwakilan Taipei Economic and Trade Office (TETO) di Indonesia John Chen, pengaturan tersebut mengesampingkan Taiwan dan menyebabkan Taiwan melewatkan peristiwa penting selama dua dekade terakhir, seperti negosiasi yang mengarah ke Protokol Kyoto dan Paris Agreement. “Taiwan benar-benar layak untuk berpartisipasi secara profesional, pragmatis, dan konstruktif di UNFCCC,” tegas Chen kepada Media Indonesia melalui keterangan resmi. Lebih lanjut, ia memaparkan alasan pernyataannya tersebut, yakni Taiwan telah bekerja keras sebagai pemangku kepentingan di masyarakat internasional dan tidak pernah menggunakan ketidakhadiran mereka di UNFCCC sebagai alasan untuk menghindari tanggung jawab sebagai pemangku kepentingan di tingkat internasional.
Chen menyebutkan, pada Juni 2015, Taiwan mengambil langkah konkret untuk mengesahkan Undang-Undang Pengurangan Gas Rumah Kaca, yang secara resmi meresepkan undang-undang domestik tujuan pemotongan emisi karbon hingga 50% pada 2025.
“Taiwan memahami bahwa isu-isu yang terkait dengan perubahan iklim terkait erat dengan pembangunan berkelanjutan di dunia dan baru saja merilis tinjauan nasional sukarela pertama mengenai kemajuan dalam mencapai 17 Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),” tutur Chen. Alasan berikutnya ialah Taiwan siap memberikan kontribusi lebih besar kepada UNFCCC. Taiwan dikenal karena ahli dalam mengembangkan teknologi hijau, yang secara aktif mengekspor ke negara lain. Taiwan banyak menawari UNFCCC, tidak hanya dalam hal transfer teknologi, tapi juga dukungan finansial dan pengembangan kapasitas.
Chen menegaskan Taiwan dapat membantu negara-negara dalam memperbarui komitmen nasional mereka dan meningkatkan kemampuan mereka untuk menghadapi perubahan iklim sebagai negara kepulauan. “Pengalaman Taiwan dengan perkembangan ekonomi, industrialisasi, dan pengelolaan lingkungan yang pesat akan sangat berharga bagi negara-negara kepulauan lainnya dan negara-negara berkembang menghadapi tantangan serupa yang terkait dengan perubahan iklim.”
Alasan ketiga, lanjut Chen, ialah keikutsertaan Taiwan berkaitan dengan masalah keadilan iklim. Paris Agreement menyoroti konsep penting keadilan iklim, sebuah panggilan untuk semua negara untuk bertindak mengatasi perubahan iklim. “Oleh karena itu, kami meminta semua pihak yang bersangkutan untuk melihat melampaui pertimbangan politik, dan mendukung partisipasi profesional, pragmatis, dan konstruktif Taiwan di UNFCCC. Bersama-sama kita harus bergandengan tangan untuk memerangi perubahan iklim dan untuk melindungi sebuah bumi yang berkelanjutan,” pungkasnya. (Arv/I-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved