Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Akademisi: Diplomasi untuk Rohingya Harus Mengedepankan Solusi Jangka Panjang

Ardi Teristi Hardi
16/9/2017 12:00
Akademisi: Diplomasi untuk Rohingya Harus Mengedepankan Solusi Jangka Panjang
(AP)

MENURUT Annisa Gita Srikandini, Ph.D. (Cand.) di Universitas Wageningen, Belanda, krisis yang terjadi di Rakhine memiliki akar konflik identitas yang kuat. Sebagai sebuah negara, Myanmar adalah negara yang majemuk. Akademisi John Furnivall mendeskripsikan Myanmar sebagai negara dengan pluralitas tinggi dengan karakteristik pemisahan dan segmentasi yang jelas, baik secara agama, etnis, ideologi dan wilayah (South, 2008).

Kemajemukan etnis yang dimiliki oleh Myanmar kemudian muncul sebagai sebuah konflik laten yang secara langsung timbul akibat lemahnya Pemerintah Myanmar dalam mengelola pluralitas.

"Sejak kemerdekaan tahun 1948, konflik internal yang dilakukan oleh insurgency group di Myanmar menjadi salah satu masalah dalam negeri di negara tersebut," kata perempuan yang menulis desertasi Politics of Disaster Risk Governance in Indonesia and Myanmar, Sabtu (16/9).

Secara spesifik, menurut Staff Pengajar Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), langkah Indonesia untuk berperan aktif dalam upaya penyelesaian konflik ini menjadi hal yang harus diapresiasi. Tindakan nyata berupa diplomasi multi-track yang dibangun oleh Pemerintah Indonesia dan kekuatan masyarakat sipil harus didukung secara kuat.

"Diplomasi kemanusiaan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat sipil harus mengedepankan solusi jangka panjang bagi upaya resolusi konflik," kata dia melalui surat elektronik.

Menurut dia, isu identitas pada upaya penolakan etnis Rohingya tidak hanya 'terinstitusionalisasi' dalam negara. Pada kenyataannya stereotype yang berkembang di masyarakat juga menjadi hambatan dalam upaya resolusi konflik.

"Dari penelitian lapangan di Myanmar selama empat bulan (pada 2014) sering menjumpai perspektif yang tidak konstruktif mengenai Rohingya," kata dia.

Rohingya dianggap bukan bagian dari Myanmar, tetapi orang Bangladesh. Jadi, para penduduk Rohingya harus kembali ke Bangladesh.

"Hal ini memperlihatkan bagaimana isu identitas dalam krisis di Rakhine sangat kuat mengakar dalam kehidupan bermasyarakat di negara tersebut," kata dia.

Solusi jangka panjang yang bisa ditempuh adalah dengan mengedepankan proses bina damai melalui upaya pengakuan secara politik, memenuhi hak-hak dasar, hingga melakukan dialog dalam rangka membangun kepercayaan.

Hal lain yang juga bisa dilakukan oleh masayarakat Indonesia, lanjut dia, adalah dengan menggunakan momentum ini untuk melakukan tekanan publik kepada Pemerintah Myanmar.

Salah satu hal yang membedakan antara diplomasi kemanusiaan dengan diplomasi yang lain seperti keamanan, perdagangan, adalah faktor dukungan publik. Diplomasi kemanusiaan membutuhkan media coverage yang luas guna menarik perhatian masyarakat.

"Atensi dan tekanan publik menjadi faktor yang kuat untuk menciptakan momentum terhadap komitmen untuk melakukan kerja-kerja kemanusiaan," kata dia.

Menurut dia, ada upaya-upaya lain yang bisa ditempuh untuk memperkuat langkah yang diambil Indonesia tersebut, antara lain dengan mengoptimalkan mekanisme bilateral maupun multilateral untuk menekan Pemerintah Myanmar.

"Hal ini bisa dilakukan dengan secara konsisten membawa isu ini ke ASEAN hingga PBB untuk mengeksplorasi kemungkinan pemberian sangsi jika dalam perjalanannya Myanmar tidak menunjukkan komitmen untuk menghentikan kekerasan," kata dia.

Salah satu kunci dari keberhasilan diplomasi kemanusiaan, lanjut dia, terletak pada upaya maksimal melakukan mobilisasi sumber daya dalam aksi kemanusiaan. Aksi kemanusiaan yang menuntut proses yang cepat harus dilakukan dalam manajemen koordinasi yang baik dan sistematis.

"Penting bagi para aktor kemanusiaan baik negara maupun nonnegara untuk bekerja secara kolektif dalam kerangka platform atau cluster approach guna memaksimalkan pulling resources dan distribusi sumber daya," tambahnya. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya