Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Pengungsi Rohingya, Terluka dan Ketakutan Mencari Bantuan Medis

Irene Harty
05/9/2017 18:24
Pengungsi Rohingya, Terluka dan Ketakutan Mencari Bantuan Medis
(AP)

RATUSAN ribu pengungsi etnis Rohingya asal Rakhine, Myanmar harus menyusuri perbatasan berhari-hari untuk menyelamatkan diri menuju Bangladesh setelah kerusuhan pada 25 Agustus terjadi.

Mereka telah memenuhi tiga kamp pengungsi yang didirikan sejak 1990-an. "Para pengungsi yang ada telah masuk ke 'rumah baru mereka," tutur Juru Bicara UNHCR, Vivian Tan pada Senin (4/9).

Ribuan lainnya berlindung di desa-desa setempat atau di ladang terbuka, dimanapun. "Yang sangat kami butuhkan adalah lebih banyak tempat penampungan darurat dan juga bantuan-bantuan lainnya," kata Tan.

Banyak dari mereka terluka oleh berbagai sebab. Namun hanya satu rumah sakit perbatasan berjarak dua jam, Cox's Bazar Sadar, yang berjuang merawat puluhan pengungsi yang patah tulang, luka tembak, dan beragam cerita kematian.

"Orang-orang ini telah berjalan berhari-hari, kemungkinan belum makan sejak mereka pergi. Banyak yang membutuhkan perawatan medis untuk penyakit pernafasan, infeksi, dan kekurangan gizi. Mereka kelelahan, mereka trauma ... Ada bayi, beberapa bayi baru lahir," lanjutnya.

Di kota perbatasan Kutupalong, seorang perempuan baya datang dengan becak dan darah mengucur di kaki kanannya dan luka serius di kaki kiri serta tangannya. Keluarga mengatakan itu akibat ranjau darat.

Para dokter merawat 31 laki-laki yang datang dengan tertekan dan takut dan mengalami patah tulang dan luka tembak, menurut Petugas Medis Residen, dokter Shaheen Abdur Rahman Choudhury.

"Mereka menceritakan kisah serupa tentang tentara Myanmar yang menembak acak ke desa mereka di Myanmar barat pada 26-27 Agustus dan membakar bangunan," kata Choudhury. Meski sangat terbebani, rumah sakit melihat akan menerima lebih banyak lagi pengungsi yang terluka seperti puncak gunung es.

Kecaman datang dari Advokat HAM Pakistan, Malala Yousafzai pada Senin (4/9) yang mengatakan, "Saya masih menunggu rekan saya peraih Nobel Laureate Aung San Suu Kyi untuk melakukan hal yang sama".

Demonstrasi juga dilakukan Indonesia dan Australia yang menuntut pemerintah mereka sendiri mengambil sikap lebih keras terhadap Myanmar.

Puluhan ribu orang turun ke jalanan di ibu kota negara bagian Chechnya, Grozny, Rusia untuk mengecam 'genosida Muslim' di Rakhine. Di Jakarta, Indonesia dan New Delhi, India demonstran mencela Suu Kyi dengan merobek atau merusak poster Suu Kyi.

Pemerintah Myanmar menyalahkan pemberontak karena membakar rumah mereka sendiri dan membunuh umat Budha di Rakhine sedangkan polisi Bangladesh menyebut puluhan orang Rohingya tewas saat berusaha menyeberangi sungai perbatasan.

Pemerintah menyakini 400 orang yang tewas kebanyakan pemberontak. Di luar rumah sakit, tiga laki-laki Rohingya dan seorang remaja laki-laki yang kena luka tembak menggambarkan tentara menembaki orang-orang dan membakar gedung-gedung.

Mohammad Irshad, 27, melihat setidaknya delapan mayat setelah desanya di dekat kota pesisir Maungdaw dikunjungi sekitar 30 tentara yang menembak dengan membabi buta sebelum membakar rumah dan bangunan lainnya.

Mohammed Osama, 16, mencoba melarikan diri ke hutan saat tentara memasuki desanya pada 26 Agustus, namun tertembak di paha. Dengan luka peluru yang menganga di kakinya, dia dibawa oleh ayah dan beberapa dari 11 saudara laki-lakinya melintasi perbatasan.

Keluarganya bergabung dengan ribuan orang menuju desa nelayan Bangladesh, Shah Porir Dwip. Osama dan lainnya ditemukan di belakang rumah sakit dengan sedikit seprai dan plastik berisi dokumen pribadi.

Satu desa lainnya di dekat Maungdaw dihancurkan oleh sekitar 50 tentara pemerintah Myanmar, menurut Mohammad Arafat, 25.

"Saya mulai berlari saat penembakan dimulai dan kehilangan jejak orangtua. Saya tidak tahu mereka mati atau hidup. Mereka memotong dan menembak orang. Saya sangat takut saya tidak pernah ingin kembali," kata Arafat.

Istri dan mertua Arafat berlindung di daerah perbatasan Teknaf saat Arafat mencari perawatan lukanya hingga ke kota Chittagong. Namun dia tidak punya uang dan tidak tahu harus berbuat apa.

Serangan pemberontak Rohingya dimulai pada 25 Agustus ke polisi Myanmar dan pos-pos paramiliter atas dasar melindungi etnis minoritas. Militer membalas dengan operasi pembersihan 'teroris' etnik.

Bentrokan menyebabkan UN World Food Programme menghentikan pengiriman bantuan ke sekitar 250.000 orang di negara bagian Rakhine. Kerusuhan berdarah juga terjadi pada 2012 yang membuat lebih dari 100 ribu orang mengungsi ke Bangladesh. (AP/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya