Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
MILITER Myanmar dituduh melakukan pembunuhan di luar hukum di Negara Bagian Rakhine. Penduduk dan aktivis menuduh tentara menembak tanpa pandang bulu terhadap pria Rohingya yang tidak bersenjata, perempuan, dan anak-anak serta melakukan serangan pembakaran. Matthew Smith, Chief Executive Officer Fortify Rights, sebuah kelompok hak asasi, mengatakan pihak berwenang memperlakukan semua orang Rohingya sebagai kombatan. Ia meragukan komitmen pemerintah untuk terbuka selama penyelidikan.
"Pemerintah telah menolak bekerja sama dengan Misi Pencarian Fakta PBB di Rakhine dan ada tuduhan serius terhadap militer yang menyerang warga sipil yang tidak bersenjata," ujarnya kepada Al Jazeera, Minggu (27/8). Pemerintah Myanmar dan kelompok militan Rohingya-Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA)-saling tuduh mengenai kekejaman terbaru di Rakhine.
Namun, tuduhan tersebut sulit diverifikasi karena pertempuran tersebut terjadi di desa-desa yang tidak dapat diakses. Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, kemarin, menuduh gerilyawan Rohingya membakar rumah dan menggunakan tentara anak-anak di Rakhine. Tuduhan itu ditolak militan. Departemen pemerintahan yang dijalankan Suu Kyi-Kantor Penasihat Negara-telah mengeluarkan serangkaian pernyataan melalui Facebook, termasuk gambar warga sipil yang ditembak mati militan. "Teroris telah memerangi pasukan keamanan dengan menggunakan anak-anak di garis depan (dan) membakar desa etnik minoritas," kata kantor tersebut, Senin (28/8).
Kelompok militan di balik pertempuran, ARSA, membalas dengan tuduhan sendiri di hari yang sama. "Ketika menyerang Desa Rohingya, militer Burma yang brutal mengajak sekelompok ekstremis Rakhine (Buddha) untuk menyerang warga Rohingya, merampas harta, dan membakar rumah mereka," kata kelompok itu lewat akun Twitter @ARSA_Official. Lebih dari 100 orang, termasuk sekitar 80 militan, telah dikonfirmasi terbunuh. Ribuan warga sipil Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh, sementara itu umat Buddha dan Hindu setempat mencari perlindungan di kota-kota dan biara-biara. Rakhine telah menjadi wadah kebencian religius yang berfokus pada minoritas muslim Rohingya tanpa kewarganegaraan. Kelompok ini diburu dan dianggap sebagai imigran ilegal di Myanmar yang mayoritas Buddha.
Lawatan Paus
Vatikan telah mengumumkan, kemarin, bahwa Paus Fransiskus akan berkunjung ke Myanmar dalam waktu dekat pada tahun ini. Pengumuman itu datang setelah pemimpin umat Katolik sedunia itu mengecam kekerasan di Rakhine. "Sedih mendengar berita tentang penganiayaan terhadap minoritas agama dari saudara Rohingya kami," kata Paus. Paus sebelumnya mengutuk perlakuan Myanmar terhadap Rohingya, termasuk sesaat sebelum bertemu Suu Kyi untuk pertama kalinya dalam tur Eropa awal tahun ini. Pada Mei lalu, Vatikan menjalin hubungan diplomatik dengan Myanmar dan telah terjadi banyak spekulasi pers bahwa Paus akan mengunjungi negara tersebut akhir tahun ini. Gereja Katolik Myanmar dijadwalkan mengadakan konferensi pers di Yangon hari ini.
(AFP/Hym/I-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved