Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
BAYANGAN siluet tiga pria dengan senjata laras panjang terlihat samar-samar. Gambar tersebut menghias halaman media sosial (medsos) Facebook milik kelompok militan Lashkar e-Islam. Sejauh ini kelompok milisi itu masih tidak jelas apakah mereka terkait dengan jaringan terorisme atau kelompok sekterian fanatik. Namun, pemerintah Pakistan telah menetapkan Lashkar e-Islami sebagai salah satu dari 65 organisasi yang terlarang.
Mereka juga tidak boleh menampilkan aktivitas mereka dalam media sosial seperti Facebook, Twitter, Whatsapp, dan Telegram. Seorang pejabat senior dari Badan Investigasi Federal Pakistan (FIA) telah menutup media sosial dari puluhan organisasi yang terlarang. Alasannya, organisasi-organisasi terlarang itu menggunakan sarana media sosial dalam merekrut anggota baru mereka, menghimpun, dan menyebarkan ideologi mereka.
Organisasi-organisasi itu gencar mengajak masyarakat baik dari kalangan muslim Sunni maupun Syiah. Mereka mengagungkan ideologi mereka yang menjadi dasar perjuangan mereka. “Itu seperti sebuah pesta dari kelompok-kelompok terlarang secara daring, semuanya ada di jaringan media sosial,” kata pejabat dari FIA yang tanpa mau mengungkap identitasnya itu. Namun, sebagaimana negara yang otoriter dan tidak menghargai kebebasan berekspresi, pemerintah Pakistan pun tidak memberi ruang kepada kalangan aktivis termasuk para wartawan yang menggunakan medsos sebagai sarana untuk mengkritisi kebijakan menyimpang dari pemerintah, militer, atau badan intelijen.
Tindakan untuk membungkam kalangan pengoreksi kebijakan pemerintah justru mendapat restu dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Pakistan. Kemendagri setempat juga mendukung FIA untuk membungkam para pengkritik pemerintah di media sosial. Bahkan, FIA telah menangkap dan menginterogasi lebih dari 70 aktivis yang menyampaikan koreksi terhadap pemerintah. Dari puluhan aktivis yang ditangkap, baru dua aktivis dibebaskan.
Sebaliknya, kalangan aktivis demokrasi, wartawan, dan kelompok hak asasi manusia balik menuduh pemerintah mengistimewakan kelompok dan organisasi yang berafiliasi dengan pemerintah. Beberapa organisasi propemerintah tetap bebas menggunakan medsos. Pasalnya, organisasi-organisasi itu dilindungi institusi militer, badan intelijen, dan para politikus. Bahkan, pejabat FIA mengakui adanya dukungan dari penguasa kepada beberapa kelompok terlarang. “Banyak orang berusaha untuk melindungi kelompok teroris yang didukung mereka. Orang yang dipandang baik oleh kamu ialah orang jahat menurut saya,” kata pejabat itu. (AFP/Irene Harty/I-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved