Gencatan Senjata Sukses

(AFP/Ihs/I-4)
11/7/2017 06:30
Gencatan Senjata Sukses
(AFP PHOTO / Mohamad ABAZEED)

WILAYAH yang dilanda perang di tiga provinsi Suriah bagian selatan diliputi keheningan, Senin (10/7). Hal itu berlangsung setelah hampir 24 jam gencatan senjata yang diprakarsai internasional mulai diberlakukan. Tiga negara, yaitu Amerika Serikat (AS), Rusia, dan Yordania, pada pekan lalu telah menyetujui gencatan senjata di tiga provinsi. Ketiga provinsi yang menjadi sasaran gencatan senjata ialah Daraa, Quneitra, dan Sweida. Upaya damai tersebut mulai berlaku pada Minggu (9/7) siang waktu setempat. Pengamat Hak Asasi Manusia untuk Suriah (SOHR) mengatakan gencatan senjata berlaku hampir di semua tempat di ketiga provinsi itu.

Meski begitu, SOHR masih menerima laporan adanya beberapa insiden kekerasan secara sporadis di Provinsi Daraa. Menurut organisasi yang berbasis di Inggris tersebut, insiden yang dimaksud antara lain penembakan oleh pasukan rezim pemerintah ke Kota Saida di Daraa. Dua peluru ditembakkan ke wilayah itu. Insiden lain ialah baku tembak antara pemberontak dan pasukan pemerintah di Desa Al-Neema di provinsi yang sama. Selain itu, pasukan pemerintah melepaskan dua tembakan di daerah Al-Balad yang memicu terjadinya bentrokan singkat di ibu kota provinsi tersebut pada Minggu (9/7) malam.

Di wilayah lain, yakni Provinsi Quneitra, juga terjadi baku tembak antara pemberontak dan pasukan pemerintah. Namun, tidak ada korban dalam insiden tersebut. "Terjadi sedikit pelanggaran, tapi tidak memengaruhi gencatan senjata. Secara umum sudah tercipta ketenangan di tiga provinsi itu," kata Direktur SOHR Rami Abdel Rahman. Upaya mewujudkan perdamaian di Suriah terus berlanjut. Kemarin, pemerintah Suriah dan oposisi kembali bertemu di Jenewa, Swiss.

Pada putaran ketujuh perundingan damai yang didukung PBB muncul setitik harapan untuk mengakhiri konflik yang sudah berlangsung selama enam tahun itu. Secara prinsip, perundingan babak baru tersebut akan berfokus pada empat poin, yaitu konstitusi baru, pemerintahan, pemilihan umum, dan upaya memerangi terorisme. "Kami akan bekerja sangat keras," kata perwakilan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, kemarin, saat tiba di Jenewa. Perundingan terakhir di antara kedua kubu berlangsung Mei lalu di Astana, Kazakhstan.

Saat itu perundingan hanya menghasilkan kemajuan yang minim untuk mengakhiri perang yang telah menewaskan lebih dari 320 ribu orang sejak Maret 2011 itu. Di lain hal, oposisi Suriah berkukuh mendesak Presiden Bashar al-Assad mundur dari jabatannya. Hal itu merupakan solusi politik yang mereka ajukan. Namun, perwakilan pemerintah menegaskan takdir Assad tidak menjadi bagian dalam perundingan tersebut.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya