Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
INGGRIS terus melacak jaringan kelompok ekstremis yang diduga mendalangi serangan mematikan di Manchester pada Senin (22/5) malam yang menewaskan 22 orang.
Pelaku serangan bom bunuh diri yang juga melukai 64 orang itu diidentifikasi bernama Salman Abedi, 22, pria kelahiran Inggris yang besar di Libia. Ayah Abedi, Ramadan, dan saudaranya, Hashem, dilaporkan telah ditahan otoritas Libia. Juru bicara Pasukan Pertahanan Libia (Force Deterrence) mengatakan Hashem diduga mengetahui rencana Abedi.
Keduanya anggota Islamic State (IS). "Hashem telah diawasi selama 1,5 bulan dan tim investigasi menerima laporan dia merencanakan serangan di Ibu Kota Libia, Tripoli," ujar Force Deterrence di laman Facebook mereka. Pihak berwenang Inggris juga mengatakan Abedi telah berada dalam pengawasan intelijen sebelum serangan.
"Sangat jelas ini jaringan yang tengah kita selidiki," ujar Kepala Polisi Manchester Ian Hopkins. Polisi Inggris juga mengumumkan dua penangkapan baru pada Kamis (25/5).
Hingga saat ini sudah ada delapan orang yang ditahan polisi Inggris.
Sebelumnya, pada Rabu (24/5), mereka melepaskan perempuan. Sementara itu, sesepuh di masjid Manchester Selatan, yang diyakini kerap dikunjungi Abedi, menegaskan tindakan Abedi sepenuhnya bertentangan dengan ajaran mereka. Mereka menuding peran radikalisasi daring terkait dengan aksi Abedi. "Tindakan pengecut ini tidak memiliki tempat dalam agama kami," tegas Fawzi Haffar, wali di Masjid Didsbury. Nama Abedi pertama kali muncul dalam laporan media Amerika Serikat (AS) pada Selasa (23/5).
Informasi tersebut diduga bocor dari briefing yang diberikan pejabat Inggris kepada pejabat AS. Sebelumnya, media AS, yang juga mengutip sumber keamanan AS, mengidentifikasi penyerang tersebut sebagai pengebom bunuh diri, jauh sebelum pihak berwenang Inggris memberikan informasi tersebut ke publik. "Kami sangat marah. Ini benar-benar tidak dapat diterima," ujar sumber kementerian pemerintah Inggris terkait dengan bocornya informasi dari sistem AS. Badan National Counter Terrorism Policing Inggris juga mengatakan kebocoran informasi ini telah menyebabkan 'kerusakan' besar dan 'merusak penyelidikan kami'.
Persingkat kunjungan G7
Pascaserangan, Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May akan mempersingkat kunjungannya dalam pertemuan G7 di Italia yang akan digelar pada Jumat (26/5). May dilaporkan hanya akan menghadiri hari pertama pertemuan di Taormina, Pulau Sisilia, yang juga akan dihadiri Presiden AS Donald Trump. May akan segera kembali ke Inggris dan tidak mengikuti pertemuan pada Sabtu (27/5). "Berdasarkan fakta bahwa kita memiliki tingkat ancaman yang saat ini kritis dan situasi yang sedang berlangsung di sini, PM May berencana mempersingkat pertemuan G7 dan akan kembali pada Jumat (26/5) malam," ujar pejabat senior Inggris.
Inggris tengah mengalami ancaman teror yang dimasukkan ke level 'kritis', tingkat tertinggi yang mengartikan serangan bisa terjadi kapan saja. Serangan tersebut merupakan yang terbaru dalam serangkaian insiden mematikan di seluruh Eropa yang diklaim IS sekaligus menjadi yang paling mematikan di Inggris sejak 2005 ketika empat pelaku bom bunuh diri meledakkan sistem transportasi London dan menewaskan 52 orang. (AFP/I-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved