Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Menyelamatkan Siluk Terakhir di Empangau

(AR/M-3)
01/4/2017 01:43
Menyelamatkan Siluk Terakhir di Empangau
(MI/Aries Munandar)

SORE hari menjelang magrib, beberapa perahu warga mulai berangkat menyusuri Danau Empangau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Jumlah perahu akan makin banyak seiring malam turun. Di atas perahu, mereka siap dengan jaring di genggaman. Buruan mereka ialah arwana siluk super red (Scleropages formusos). Harga yang mencapai jutaan rupiah hanya untuk anakan siluk, membuat jenis ikan itu menjadi favorit warga di antara 64 jenis ikan lainnya yang ada di danau seluas 124 hektare tersebut. Meski harga selangit, ada aturan yang harus dipatuhi. Warga tidak boleh menangkap induk siluk. Karena itu pula, jaring yang mereka gunakan hanya boleh maksimal berukuran 25 sentimeter.

Anakan yang bolah ditangkap juga hanya berukuran di bawah 5 sentimeter. Aturan ini buah dari pengalaman buruk yang mereka alami pada 1997. Penangkapan yang berlebihan membuat populasi siluk di danau itu merosot tajam. Kondisi tersebut diperparah dengan kemarau panjang yang membuat ratusan ikan siluk mati. Saat itulah warga baru menyadari bahwa kelestarian siluk berarti pula kelestarian pendapatan mereka. "Dahulu belum ada aturan khusus sehingga orang bisa semaunya menangkap ikan di zona inti, termasuk induk siluk," jelas anggota Badan Perwakilan Desa (BPD) Empangau Rozak kepada Media Indonesia, bulan lalu.

Wilayah pengelolaan dibagi menjadi tiga zonasi, yakni zona lindung, zona pemanfaatan terbatas, dan zona ekonomi. Zona lindung meliputi wilayah perairan yang hanya boleh dimanfaatkan setahun sekali untuk memanen siluk. Sementara itu, zona pemanfaatan terbatas boleh dimanfaatkan untuk kepentingan dana abadi atau kas kelompok nelayan. Adapun zona ekonomi bebas dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari.

Melepas siluk
Zonasi dan aturan ketat ini perlahan menampakkan hasil. Populasi ikan konsumsi pun melejit hanya dalam kurun waktu sekitar empat tahun. Hal ini dibuktikan oleh riset dari Balai Riset Perikanan Perairan Umum Kementerian Kelautan dan Perikanan. Mereka merilis kerapatan stok ikan di danau ini meningkat dari 12 ribu pada 2005 menjadi 21.992 ekor per hektare pada 2009. Panen warga kembali meningkat setelah pelepasliaran induk siluk ke habitat alam (restocking) sejak 2000. Tercatat ada sembilan kali restocking siluk di Danau Empangau, dan terakhir dilakukan pada awal Maret lalu, yakni sebanyak 10 indukan. Restocking dilakukan secara swadaya maupun melalui bantuan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dan organisasi lingkungan WWF.

"Saat ini ada 49 induk siluk di Danau Empangau," kata Agus, Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Perairan Desa Empangau dan Empangau Hilir, saat dihubungi pada Minggu (18/3). Untuk menjaga kemurnian genetis dan kualitas, induk siluk yang dilepasliarkan merupakan hasil pembesaran dari anakan asal Danau Empangau. Berdasarkan catatan pokmaswas setempat sedikitnya ada 628 anakan dipanen warga dari Danau Empangau dalam 11 kali musim panen siluk. Panen perdana siluk pasca-restocking terjadi pada 2004, yakni sebanyak 28 anakan. Sebanyak 27 anakan di antaranya diperoleh Abdul Jalil, 71. Kepala Adat Desa Empangau ini bak mendapat durian runtuh karena harga anakan siluk saat itu mencapai Rp7,5 juta seekor.

"Saya pun bisa berangkat haji dari hasil menjual siluk tersebut,". Pemanenan siluk juga hanya boleh dilakukan pada saat musim menyiluk, yakni sekitar September hingga April. "Setiap hasil panen juga wajib dilaporkan ke pengelola danau (pokmaswas) supaya sama-sama enak, tidak sembunyi-sembunyi," ujar Juhardi, 51, mantan Ketua Pokmaswas Perairan Desa Empangau dan Empangau Hilir. Aturan untuk melindungi populasi ikan endemik Kalimantan Barat ini juga diberlakukan di luar zona inti. Pemasangan pukat di zona ekonomi minimal berjarak 2 meter dari bibir danau sebelah barat dan 25 sentimeter di sebelah timur.

Hal ini untuk melindungi wilayah perlintasan siluk. Pukat yang digunakan pun harus berlebar maksimal 4 meter dengan kerapatan mata jaring minimal 1,5 inci. Pukat beserta alat tangkap lainnya juga wajib diangkat sebelum menjelang malam. "Walaupun ngumpulnya di zona inti, ada juga siluk yang berenang hingga ke zona lain," pungkas Agus.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya