Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Jangan Tularkan Intoleransi ke Anak-Anak

Syarief Oebaidillah
29/3/2017 06:07
Jangan Tularkan Intoleransi ke Anak-Anak
(olx.co.id)

BEREDARNYA video anak usia sekolah dasar (SD) di media sosial yang membawa simbol agama tertentu dinilai sejumlah kalangan dapat menebar kebencian dan mengancam kebinekaan. Lebih daripada itu, orangtua pun diharapkan tidak menjadikan anak sebagai alat dan corong orang dewasa.

Video berdurasi 58 detik yang menampilkan sejumlah siswa SD yang masih berseragam putih-­merah mengagungkan dua bende­ra bertuliskan huruf Arab yang biasa digunakan kelompok fundamentalis beredar di dunia maya.

Video yang diambil di sebuah bangunan mirip sekolah itu menampilkan siswa SD yang menyebut bendera berwarna putih dan hitam itu sebagai bendera Al-Liwa dan Ar-Rayah yang merupakan bendera Rasulullah SAW dan panji umat Islam.

Akun Instagram Muslim Cyber Army Indonesia, mujahidinnkri, menyebarkan video itu sejak 23 Maret lalu. Saat berita ini diturunkan, tadi malam, video telah ditonton 233 kali dengan 52 likes (ketersukaan). Video kembali digulirkan akun Nvr Xsan Repvblikan melalui Facebook dan Instagram, kemarin. Melalui akun itu, video tersebut sudah ditonton 3 kali di Facebook dan 7 kali di Insta­gram saat berita ini diturunkan, tadi malam.

“Anak anak kita jangan menjadi corong orang dewasa. Mereka harus diberi kebebasan berpikir. Wawasan keberagaman dan kebinekaan harus ditanam­kan. Kasus video ini jangan kita diamkan,” kata Koordinator Yayasan Cahaya Guru, Heni Supolo, pada diskusi Darurat Pendidikan di Indonesia di Jakarta, kemarin.

Para guru, lanjut Heni, mempunyai tanggung jawab agar anak-anak tidak digiring ke kebenaran tunggal yang mengakibatkan anak tidak dapat bekerja sama di antara mereka dan antikeberagaman.

Muhammad Hafiz dari Human Rights Working Group pun mengingatkan berdasarkan riset hingga 2015 terdapat kecenderungan meningkatnya intole­ransi di kalangan pelajar dan anak muda. “Nah, video anak SD ini dapat mendorong intoleransi tersebut,” ujarnya.

Menurut Hafiz, intoleransi dapat disebabkan tiga faktor, yakni guru, orangtua, dan internet. Ia menegaskan agama apa pun tidak mengajarkan kekerasan, bahkan mendorong perdamaian.

Guru Besar UI Irwanto menegaskan video anak SD itu bentuk kekejaman dan kejahatan orangtua kepada anak-anak. “Sifat anak selalu ingin tahu, ingin bergaul, dan banyak nilai kebaikan yang dimiliki anak. Tu­gas orangtua meng­ajarkan dan mengembangkan kebaikan, bukan malah mengo­tori, menebar kebencian.“

Ilma Sovri Yanti dari Satgas Perlindungan Anak mengemukakan terdapat indikasi upaya memperalat anak dalam pilkada DKI Jakarta. Ia mengungkap adanya surat seorang siswa kepada teman sekolahnya yang isinya menyinggung salah satu pasangan calon dengan bernada menebar kebencian dan rasialis. “Informasi yang saya dapat orangtua anak amat menyesalkan kejadian ini yang membuat anak-anak ikut terpengaruh dalam konteks pilkada DKI.” (Gnr/X-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya