Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
KANKER leher rahim atau kanker serviks saat ini menjadi penyebab kematian perempuan nomor dua di dunia setelah penyakit jantung koroner. Namun, dalam kurun waktu setahun ke depan diprediksi kanker leher rahim akan menjadi penyebab kematian wanita nomor satu jika tidak dilakukan upaya deteksi dini dan pengobatannya. Saat ini, setiap 2 menit seorang perempuan meninggal akibat kanker serviks.
Ketua Umum Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) Prof Andrijono SpOG(K) menjelaskan penelitian yang dilakukan RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menunjukkan pada setiap 1.000 orang yang menjalani screening kanker serviks, ditemukan 1 penderita. Angka itu tidak jauh berbeda dengan data Kementerian Kesehatan yang menyebut terduga penderita kanker leher rahim 1,3 per 1000 penduduk. Sayangnya program deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan papsmear dan inspeksi visual asam asetat (IVA) belum maksimal. Sejak disosialisasikan pada 2007 sampai 2016 baru sekitar 1,5 juta perempuan usia 30-50 tahun yang menjalani screening kanker serviks (bersama kanker payudara) dari target 37 juta perempuan usia 30-50 tahun. Cakupan screening melalui IVA hanya 3,5% dan papsmear 7,5%. Alhasil, kebanyakan kanker serviks terdeteksi di stadium lanjut. "Data 2016 di RSCM menunjukkan 82,3% pasien kanker serviks yang berobat di rumah sakit rujukan nasional tersebut datang di stadium lanjut," ujar Prof Andrijono yang juga staf di Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM itu, di Jakarta, Senin (27/3).
Kanker serviks stadium lanjut sulit diobati. Akibatnya, angka kesintasan penderita sangat rendah. Hanya 14% yang bertahan hidup selama 1 tahun, 6% bertahan hidup sampai tahun ke-2 sejak terdiagnosis, dan 0% (tidak ada) yang mampu bertahan hidup sampai tahun ke-5. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegahnya? Mengingat sebagian besar kanker serviks disebabkan infeksi human papilloma virus (HPV), menurut Prof Andrijono, vaksinasi merupakan langkah paling efektif dan aman mencegah kanker serviks. "Berkaca dari pengalaman di Amerika Serikat dan Australia yang sudah menjalankan program vaksinasi HPV nasional sejak 10 tahun lalu, insiden kanker serviks di dua negara tersebut menurun signifikan sampai 75%," terangnya.
Program vaksinasi HPV sejak tahun lalu sudah dilakukan di DKI Jakarta dengan cakupan mencapai 93%. Setidaknya 70 ribu siswa sekolah dasar perempuan di DKI Jakarta sudah divaksin HPV. "Angka itu menunjukkan respons masyarakat bagus. Ada sekolah yang tadinya menolak program vaksin HPV yang justru kemudian meminta. Tahun ini menyusul program serupa di Surabaya dan Yogyakarta dan tahun depan di Makassar dan Manado. Jadi, programnya masih mengandalkan kemauan dinas kesehatan pemerintah daerah setempat. Kita berupaya supaya program vaksinasi nasional dipercepat," kata Prof Andrijono. Vaksin diberikan pada anak perempuan mulai usia 10 tahun (kelas 5 SD) dan suntikan ulangan diberikan setahun kemudian. Usia itu dianggap tepat karena sistem imun sudah berkembang dan sangat baik merespons vaksinasi. Vaksin HPV dapat memberikan perlindungan sampai 15 tahun, dengan efek samping hanya bersifat lokal berupa nyeri di lokasi suntikan.
Keuntungan lain vaksin HPV tidak hanya mencegah kanker serviks, tetapi juga dapat mencegah kanker yang juga disebabkan HPV seperti kanker vagina, kanker vulva, kanker anus, kanker mulut, kanker lidah, dan kanker tenggorok. HOGI mendorong vaksinasi HPV nasional segara menjadi program nasional untuk menyelamatkan jutaan perempuan di Indonesia. Kematian seorang perempuan usia produktif akibat kanker serviks akan berdampak pada keluarganya, terutama anak-anak, karena perempuan memiliki posisi yang amat penting di keluarga. Program nasional vaksinasi HPV sangat mungkin mengingat Biofarma, produsen vaksin milik pemerintah, sudah mampu memproduksi vaksin HPV untuk kebutuhan dalam negeri dengan harga relatif murah, hanya 20% dari harga vaksin buatan perusahaan farmasi asing, yakni sekitar Rp150 ribu per suntikan. Jika ada 2 juta anak perempuan usia 10 tahun di Indonesia, 'hanya' dibutuhkan sekitar Rp600 miliar untuk program nasional vaksin HPV.
Siapa pun berisiko
Perempuan Indonesia rentan terkena kanker leher rahim salah satunya akibat pernikahan usia muda. Data Riskesdas 2013 menunjukkan ada 49% perempuan menikah di bawah usia 19 tahun. "Hubungan seksual di usia muda rentan menimbulkan infeksi HPV di leher rahim dan berpeluang berkembang menjadi kanker, apalagi jika daya tahan tubuh rendah." Prof Andrijono juga menegaskan ada anggapan yang salah di masyarakat bahwa kanker serviks hanya disebabkan seks bebas atau berganti-ganti pasangan. "Ini tidak sepenuhnya benar. Siapa pun dapat terkena kanker serviks karena virus ditularkan dari kulit ke kulit, tidak hanya melalui kontak hubungan seksual, tetapi juga melalui tangan yang terkontaminasi," terangnya. (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved