Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk satuan tugas (satgas) antikecurangan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Menurut Menkes Nila F Moeloek, pembentukan satgas JKN dilatarbelakangi laporan KPK pada 2015 yang menyebut terdapat banyak klaim pembiayaan fiktif dari rumah sakit (RS) kepada BPJS Kesehatan selaku penyelenggara JKN.
“Kami membuat satgas untuk pencegahan fraud di JKN. Satgas (anggotanya) dari Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan KPK,” ujar Nila di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menambahkan, KPK mendeteksi praktik-praktik kecurangan pada 175 ribu klaim JKN selama satu semester pada 2015. Nilainya mencapai Rp400 miliar.
“Sekarang ada sekitar satu juta klaim yang terdeteksi. Ini harus dipikirkan secara sistematik bagaimana kita bangun sistem pengendalian fraud-nya,” ujarnya.
Pahala menduga, salah satu penyebab munculnya klaim-klaim fiktif karena sistem JKN belum dimengerti secara jelas oleh pihak rumah sakit. Oleh sebab itu, ia mengusulkan agar klausul denda terhadap pihak rumah sakit dimasukkan ke skema anti-fraud yang disiapkan Satgas JKN.
“Mungkin sistem kita belum terlalu jelas bahwa penanganannya (terhadap pasien) harus A, B, dan C, tapi mereka lakukan yang lain. Nah, ini kita berusaha supaya sistem ini jelas. Kedua, kita usulkan gunakan perdata. Yang klaim sesuatu yang fiktif kita minta didenda. Ketiga, tentu pidana. Kita akan kerja sama dengan jaksa tapi di tahun 2018,” tuturnya.
Khusus untuk tahun ini, menurut Pahala, inspektorat jenderal Kemenkes akan bekerja menganalisis data sejuta klaim JKN yang terindikasi fiktif. Data tersebut nantinya bakal diverifikasi satgas JKN. Dengan begitu, dugaan kecurangan bisa dibuktikan. “Kalau memang curang, mungkin tahun ini masih diperingatkan dan diminta memperbaiki sistem. Misalnya instansi BPJS Kesehatan kurang besar, kita usulkan diperbesar agar tidak terjadi kecurangan di lapangan.”
Gandeng Korsel
Terpisah, BPJS Kesehatan Indonesia meresmikan kerja sama dengan National Health Insurance Service (NHIS) lembaga pengelola jaminan sosial kesehatan di Korea Selatan (Korsel). Nota kerja sama ditandatangani di Bali, kemarin, oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi ldris dan Director of Department of International Relation & Cooperation NHIS Choon Sik Park.
Lingkup kerja sama antara lain meliputi berbagi keahlian, informasi, dan pengalaman di bidang asuransi sosial kesehatan.
“Kami berharap kerja sama ini dapat memperluas akses kerja sama dengan negara-negara lain yang memiliki komitmen serupa untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduk,“ ujar Fachmi.
Sementara itu, tingkat kepesertaan BPJS Kesehatan terus bertambah. Di Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) misalnya, tingkat kepesertaan mencapai 71%.
“Meski cakupan kepesertaan sudah cukup tinggi, masih diperlukan upaya dan kerja keras agar kepesertaan itu terus meningkat,” ujar Kepala Divisi Regional VI Jateng dan DIY BPJS Kesehatan, Aris Jatmiko, di Yogyakarta, kemarin.
Aris mengemukakan, hingga Desember 2016, jumlah peserta BPJS Kesehatan di Jateng dan DIY sebanyak 25.369.426 orang. Peserta terbanyak dari kelompok pekerja penerima upah (PPU) atau pegawai, yakni 2.583.822 orang. (AU/OL/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved