Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
SEBANYAK 17 organisasi kesehatan se-Indonesia menolak tegas upaya pembahasan lanjutan rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang dianggap bertujuan meningkatkan produksi rokok. Desakan itu disampaikan melalui pernyataan bersama yang kemudian akan dikirim sebagai rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo.
“Miras dan rokok bukan produk normal. Keduanya dikenai cukai karena pemakaiannya berdampak negatif bagi kesehatan,” ujar Ketua Komite Nasional Kajian Obat dan Pengobatan Komplementer Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Masfar Salim dalam Pernyataan Bersama yang disampaikan di Kantor PB IDI, Jakarta, kemarin.
Masfar mengatakan, sesuai dengan ketentuan UU No 36/2009 tentang Kesehatan, rokok secara tegas digolongkan sebagai zat adiktif. Dengan demikian, sudah sewajibnya penyebarannya dikendalikan dengan ketat oleh pemerintah.
“Disayangkan Indonesia tertinggal jauh pemahamannya tentang dampak konsumsi produk adiktif yang merusak kesehatan, ekonomi, lingkungan, dan sosial dari negara lain,” ujar Masfar.
Dikatakan Masfar, organisasi kesehatan menyatakan dengan tegas, lahirnya RUU Pertembakauan melalui inisiatif DPR dan telah disampaikan untuk mendapat persetujuan presiden merupakan hal yang ironis. Penyebabnya, ratusan negara di dunia telah menyatakan komitmen mereka untuk mengendalikan tembakau. Sementara itu, hal tersebut masih belum terjadi di Indonesia.
Pengamat kesehatan, Hasbullah Thabrany, mengatakan pemerintah dan pejabat yang menentukan RUU Pertemba-kauan telah terbelenggu pada informasi yang salah. Contohnya, banyak pejabat yang mengatakan FCTC dilakukan untuk memberantas keretek.
“Jadi, sebenarnya landasan RUU tersebut dan keengganan pemerintah menandatangani FCTC sangat perlu dipertanyakan,” ujar Hasbullah.
Bila untuk melindungi ekonomi, kata Hasbullah, kerugian negara akibat penyebaran rokok yang tidak terkendali juga besar. BPJS Kesehatan merugi Rp34,2 triliun pada 2014-2016 akibat menanggung biaya kesehatan dari penyakit akibat merokok. (Pro/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved