Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
PEMERINTAH diminta segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Hal itu disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya, bekerja sama dengan Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (Maksi).
Ada sejumlah pasal yang dinilai kontroversial dalam PP tesebut, di antaranya mengenai pemberlakuan moratorium pembukaan lahan baru di lahan gambut hingga penyetopan pemberian izin untuk pemanfaatan lahan gambut.
“Saya kira Bapak Presiden perlu diberikan masukan bahwa ada 344 ribu kepala keluarga (KK) yang hidupnya bergantung pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut,” kata Kabid Pengelolaan Hasil Perkebunan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Didik Hariyanto, kemarin.
Kebijakan pemerintah itu, menurut dia, seharusnya melindungi investasi industri sawit dalam memperkuat ekonomi domestik dan stabilitas ekonomi nasional.
Selain revisi, lanjut Didik, Presiden perlu mendengarkan masukan dari para pemangku kepentingan yang terlibat langsung.
Hal senada dikatakan pakar gambut dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Gunawan Jajakirana. Ia menilai banyak pasal dalam PP 57/2016 itu yang tidak memiliki kajian ilmiah terutama dalam penentuan tinggi muka air tanah gambut.
Dijelaskannya, terbakar atau tidaknya gambut sangatlah dipengaruhi kelembapan tanah dan bukan tinggi muka air tanah. Hal itu disebabkan relief muka gambut sangat bergelombang dengan perbedaan antarmuka bisa mencapai 70 cm. Hal yang sama juga berlaku untuk muka air tanah gambut yang juga tidak rata bahkan
perbedaannya bisa mencapai 100 cm. “Lalu bagaimana angka 0,4 (meter) tersebut akan diterapkan. Ini merupakan aturan yang tidak logis,” ujar Gunawan.
Selain itu, penetapan 30% dari kawasan hidrologis sebagai fungsi lindung akan mematikan ekonomi rakyat dan investasi. (SS/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved