Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Implan Koklea Atasi Gangguan Pendengaran

Putri Rosmalia Octaviyani
25/1/2017 08:26
Implan Koklea Atasi Gangguan Pendengaran
(THINKSTOCK)

DIAGNOSIS dokter atas kesehatan putra pertamanya sembilan tahun lalu dirasakan Wira Sinaga sebagai salah satu hal terburuk dalam hidupnya. Kala itu, Dave Azril Sinaga yang baru berusia dua tahun diketahui mengalami gangguan pendengaran. Virus rubella diduga kuat menjadi penyebab gangguan tersebut.

"Kami tidak menyangka. Dulu Dave memang sempat mengalami gejala penyakit akibat virus rubella, tapi kemudian sembuh dan kami selanjutnya tidak menghiraukannya. Hingga kemudian kami merasa ada yang salah dengan pendengaran Dave. Anak ini tidak merespons ketika diajak berkomunikasi," ungkap Wira, dalam diskusi terkait dengan gangguan pendengaran dan teknologi implan koklea di RS Cipto Mangunkusumo Kencana, Jakarta, kemarin.

Tiga tahun selanjutnya Wira memilih memasang alat bantu dengar konvensional pada telinga Dave. Namun, upaya itu tidak memberi perbaikan signifikan atas kondisi putranya tersebut.

Akhirnya, berkat informasi yang diperolehnya dari seorang teman, ia memutuskan untuk melakukan pemasangan implan koklea atau rumah siput pada Dave yang kala itu berusia lima tahun.

Tindakan yang dilakukan ialah dengan menanam elektroda untuk organ pendengaran berisi saraf-saraf pendengaran yang terletak di telinga dalam tersebut. Hasilnya secara perlahan Dave mulai dapat berkomunikasi dengan baik. "Saat ini, di usia 11 tahun Dave sudah dapat bersekolah di sekolah internasional. Ia gemar membaca dan banyak bertanya. Sungguh suatu hal yang membahagiakan," tutur Wira.

Di Indonesia, gangguan pendengaran merupakan masalah kesehatan yang sangat penting dan membutuhkan perhatian khusus. Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia atau WHO, setiap tahun rata-rata 1 dari 1.000 kelahiran bayi mengalami gangguan pendengaran.

Masalah gangguan pendengaran sangat mengganggu produktivitas dan membuat penderitanya terisolasi dari lingkungan karena berpotensi membuat penderita kehilangan kemampuan mendengar dan berbicara.

"Prevalensi kasus gangguan pendengaran di Indonesia dijumpai sebanyak 4,6% dengan estimasi penderita gangguan pendengaran sebanyak 9,6 juta orang. Indonesia mempunyai kasus gangguan pendengaran yang kedua tertinggi di Asia Tenggara setelah India, yakni 630 juta penderita," kata Direktur Medik dan Keperawatan RSCM Ratna Dwi Restuti pada kesempatan yang sama.

Oleh karena itu, tambahnya, deteksi gangguan pendengaran sedini mungkin sangat penting untuk menentukan penanganan yang tepat dan mendapatkan solusi terbaik.

Ratna juga mengatakan, di Tanah Air, hingga saat ini gangguan pada pendengaran memang masih menjadi hal kerap terlambat ditangani dan disadari. Belum banyaknya rumah sakit melakukan pemeriksaan pendengaran pada bayi sejak dini dan kurangnya pemahaman orang tua tentang berbagai faktor risiko gangguan pendengaran membuat penanganannya terlambat.

Penyebab gangguan
Berbagai penyebab gangguan pendengaran pada anak antara lain faktor genetik, virus tokso, rubella, dan penggunaan obat yang salah dan berlebihan saat kehamilan. Selain itu, ada faktor akibat bayi lahir kuning atau berat badan lahir rendah dan mengalami kejang.

Tidak jarang, penyebab gangguan pendengaran tidak diketahui. Orangtua baru menyadari adanya gangguan kongenital atau kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang parah tersebut lama setelah adanya serangan virus atau masalah kesehatan lainnya.

Staf Departemen Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) Bedah Kepala Leher RSCM, Harim Priyono, mengatakan dampak yang ditimbulkan akibat gangguan pendengaran cukup luas dan berat jika tidak ditangani dengan tepat. Itu mengganggu perkembangan kognitif, psikis, dan sosial.

Ia menyebutkan implantasi koklea seperti yang dilakukan pada Dave menjadi salah satu pilihan terbaik untuk mengembalikan fungsi pendengaran bagi pasien. Koklea merupakan organ pendengaran yang berfungsi mengirim pesan ke saraf pendengaran dan otak.

Operasi koklea atau rumah siput merupakan tindakan menanam elektroda untuk organ pendengaran yang berisi saraf-saraf pendengaran yang terletak di telinga dalam. Elektroda itulah yang menggantikan fungsi koklea sebagai organ pendengaran.

"Operasi ini diperuntukkan penderita tunarungu yang tidak tertolong dengan pemakaian alat bantu dengar biasa. Dengan demikian, implan koklea dapat memperbaiki bagian telinga bagian dalam secara maksimal sehingga memungkinkan pasien mampu mendengar dengan baik," tutur Harim.

Konsep layanan implantasi merupakan suatu kerja tim multidisiplin ilmu medis dan nonmedis. Di antaranya, spesialis neurologi anak, spesialis neurologi bagi pasien dewasa, spesialis penyakit dalam (bagi pasien dewasa), spesialis radiologi, spesialis anestesi, spesialis tumbuh kembang anak, dan farmasis klinik dan spesialis psikiatri anak. "Meski berisiko, operasi ini tidak memakan waktu yang terlalu lama. Waktu yang panjang hingga bertahun-tahun justru akan dibutuhkan untuk masa habilitasi dan rehabilitasi pascaoperasi," tuturnya.

Rp400 juta
Ia menjelaskan, pascaoperasi, seorang anak membutuhkan waktu untuk mulai belajar menyerap suara-suara yang sebelumnya tidak pernah ia dengar. Saat-saat tersebut merupakan yang terpenting dalam upaya pemulihan kemampuan komunikasi anak.

"Masa terbaik untuk dilakukan implan ialah di bawah tiga tahun karena setelah usia itu akan semakin sulit bagi anak untuk dapat belajar dan menerimanya dengan sempurna," kata Harim.

Meski implantasi koklea membutuhkan biaya besar, yakni berkisar Rp150 juta hingga Rp400 juta untuk satu telinga, metode tersebut saat ini semakin banyak dipilih orangtua untuk mengembalikan pendengaran dan hidup anak-anak mereka. Di RSCM, sejak metode tersebut diadakan pertama kali pada 2009, hingga kini tercatat sebanyak 90 pasien yang menjalani operasi.

"Kami harap ke depan dukungan dari pemerintah melalui sistem jaminan kesehatan untuk masalah pendengaran dan metode ini semakin besar. Dengan demikian akan semakin banyak anak yang dapat kembali mendengar dengan baik," tutup Harim. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya