Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
HASIL survei jajak pendapat ilmu pengetahuan (iptek) nuklir 2016 menyebutkan 77,53% masyarakat mendukung pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah tersebut relatif meningkat. Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot S Wisnubroto mengatakan ada tiga alasan utama masyarakat setuju PLTN dibangun. Selain membuka lapangan kerja, harapannya tidak ada lagi pemadaman listrik dan listrik menjadi murah.
“Kalau listrik menjadi murah, kami tidak bisa pastikan. Tapi paling tidak, survei ini dibuat seobjektif mungkin agar bisa mencerminkan apa yang benar-benar diinginkan masyarakat,” ujar Djarot saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (10/1). Ia pun menilai masyarakat begitu mendambakan penyediaan listrik yang lebih stabil dan mereka meyakini bahwa PLTN mampu berkontribusi terhadap hal tersebut. Di Bangka Belitung, misalnya, dukungan yang semula hanya 35% menjadi 67,5%.
Padahal sebagaimana diketahui, daerah tersebut pernah menjadi lokasi kajian tapak untuk pembangunan PLTN. Bahkan, kala itu, masyarakat melakukan demonstrasi sepanjang tapak kajian berlangsung pada 2011-2013. “Meski kita tahu, hasil survei ini bukanlah satu-satunya faktor. Masih banyak pertimbangan lain seperti kesiapan sumber daya manusia (SDM), pemilihan teknologi, serta persetujuan DPR,” ucapnya. Terlebih, Peraturan Pemerintah No 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional telah menetapkan nuklir sebagai opsi terakhir sehingga perlu usaha lebih untuk meyakin-kan pemerintah agar segera membangun PLTN.
Menurut Djarot, pemerintah harus memperhitungkan kemungkinan pembangunan PLTN sudah sangat mendesak. Pasalnya dibutuhkan waktu sedikitnya delapan tahun untuk selesai membangun sebuah PLTN. “Sebenarnya kalau membangun dua PLTN berdaya 2.000 Mw saja tidak akan sangat berpengaruh terhadap harap-an masyarakat. Minimal 10 PLTN dan itu memang harus dimulai,” tegasnya.
Sosialisasi
Di kesempatan yang sama, Koordinator Analisis Hasil Riset PT Pro Ultima Angga Yuni Mantara menekankan perlunya sosialisasi mengenai dampak positif pembangunan PLTN. Adapun penekanannya lebih pada pemenuhan energi nasional. Dari 4.000 responden yang ada di 300 desa/kelurahan di 34 provinsi, mayoritas atau sebanyak 78,1% masyarakat menolak pembangunan PLTN karena khawatir terjadi kecelakaan atau kebocoran reaktor nuklir. “Kalau sosialisasinya dirancang lebih segmentatif, mungkin masyarakat yang setuju bisa sampai 83%,” tandasnya.
Ia menyebutkan survei menunjukkan adanya kecenderungan positif dukungan terhadap pembangunan PLTN yang terus meningkat sejak mulai dilakukan survei pada 2011 (49,5%), 2012 (52,9%), 2013 (64,1%), 2014 (72%), dan 2015 (75,3%). Opini masyarakat berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa masyarakat memiliki keyakinan positif bahwa pembangunan PLTN dapat berkontribusi terhadap hal tersebut.
“Bila dilihat dari jumlah dukungan yang terus konsisten naik dari tahun ke tahun, di-simpulkan bahwa masyarakat sudah tidak mempermasalahkan lagi kehadiran PLTN di Indonesia,” tegasnya. Angga menambahkan, dukungan tertinggi diperoleh di Sulawesi Utara (98%), kemudian secara berturut-turut ialah Jawa Barat, Jambi, dan Aceh yang mencapai 95%. Sebaliknya, dukungan paling rendah ialah di Gorontalo (47%). (AU/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved