Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
MATAHARI belum tampak di penghujung timur di Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, tetapi sejumlah relawan mulai memasak dengan menggunakan kayu bakar.
Setiap hari rumah Sri Wulung Jeliteng, 57, selalu ramai dengan berbagai kegiatan.
Rumah itu pun berfungsi sebagai padepokan seni ludruk Among Budoyo Sastroloyo.
Menariknya, sejak 1990-an rumah itu dihuni puluhan orang yang mengalami gangguan kejiwaan dan ketergantungan pada narkoba.
Mereka adalah 'pasien' Sri Wulung.
Sejak 1990-an Sri menampung dan merehabilitasi 'pasien'-nya.
"Mereka bukan hanya dari Mojokerto, melainkan juga dari berbagai daerah. Rata-rata mereka dari golongan ekonomi lemah," ujar Sri yang tidak pernah memungut biaya kepada pasiennya.
Namun, bila ada keluarga pasien yang membantu, ia akan menerimanya.
Keterlibatan pria kelahiran Mojokerto, 31 Mei 1958 itu dalam pengobatan berawal dari kehidupannya di dunia ludruk.
Saat pementasan ludruk, ternyata banyak orang kesurupan.
"Saya yang biasanya menenangkan dan mengobatinya," ujar pelawak yang terlibat dalam ludruk sejak 1974 itu.
Tidak ada ritual khusus dalam proses penyembuhan.
Setiap hari, mereka diajak beraktivitas layaknya orang normal, seperti berolahraga dan diajak mengobrol untuk menumpahkan beban di hati mereka.
Hingga kini ia sudah menyembuhkan ribuan orang, termasuk calon anggota legislatif.
"Rata-rata mereka tidak menerima kenyataan jika tidak terpilih atau mereka terjerat utang sehingga jiwa mereka terganggu," ucap Sri yang mengaku memiliki kemampuannya menyembuhkan dari orangtuanya.
Di halaman depan padepokan, ada sebuah televisi.
Bila tidak ada kegiatan, para pasien berkumpul menikmati tayangan hiburan.
Saat makan siang, puluhan pasien dengan tertib mengikuti perintah Sri mengambil makanan di dapur.
"Setiap pasien tidak ada yang dilayani, baik untuk makan, mandi, mencuci pakaian, maupun tidur," ujar Sri.
Tidak pernah sekalipun Sri membedakan latar belakang pasiennya, termasuk agama.
Jika ada pasien yang ingin salat, meskipun malam hari, ada relawan yang akan memandu. Begitupun agama lain.
Relawan yang bekerja di rumah itu berasal dari pasien yang sudah sembuh.
Sayangnya, upaya Sri menyembuhkan 'pasien' tidak ditunjang fasilitas memadai.
Para pasien ditampung di lima kamar sederhana.
Rumah itu hanya memiliki tiga kamar mandi dan jumlah toilet yang terbatas.
Namun, semua itu bukan penghalang bagi Sri untuk membantu sesama.
Sri pun tidak pernah mengajukan bantuan kepada pemerintah.
Semua dana untuk keperluan pasien diperoleh dari kegiatannya bermain ludruk dan mendalang.
Tidak sebatas itu, Sri juga menolong pekerja seks komersial (PSK) yang ingin mengakhiri masa kelamnya.
Sri akan berusaha mencarikan pekerjaan bagi mereka.
Selain itu, Sri membantu anak-anak yang kesulitan biaya untuk bersekolah tanpa syarat.
Tak pelak, ia beberapa kali menjual sepeda motornya untuk membiayai kegiatan sosialnya.
Beruntung, Sri mempunyai keluarga yang mendukung kegiatannya.
Sebagai seorang seniman, Sri memiliki perhatian pada peletarian seni budaya.
Setiap Selasa dan Jumat, Sri memberi pelatihan gratis bagi warga yang tertarik berlatih mendalang dan seni karawitan. (Sumaryanto/M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved