Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
KONVENSI Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) 2025 menjadi ajang strategis para pakar membahas pengembangan energi nuklir dan energi terbarukan, dengan fokus pada kesiapan sains dan teknologi nuklir di Indonesia.
Bertempat di Sasana Budaya Ganesa (Sabuga), Jumat (8/8). Forum ini dihadiri perwakilan akademisi, industri, regulator, hingga startup, yang bersama-sama merumuskan strategi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang aman, efisien, dan berkelanjutan sebagai bagian dari transisi menuju energi bersih.
Zaki Suud akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), mengungkap perlunya pemanfaatan seluruh cadangan energi, termasuk nuklir, untuk mengurangi kerentanan pasokan. Teknologi reaktor generasi terbaru dinilai mampu menghadirkan sistem keselamatan pasif, yang tetap berfungsi meski terjadi gangguan.
“Generasi 4 harus dirancang sedemikian rupa sehingga meskipun ada kecelakaan, sistem tetap aman. Hukum alam tidak akan dilanggar, tapi kita bisa merancang agar dampaknya minimal,” ujar Zaki.
Dari sisi industri, Nuclear Safety Senior Manager PT ThorCon Power Indonesia, Tagor Sembiring, menyoroti prospek bahan bakar thorium untuk PLTN dan kesiapan regulasi nuklir nasional. ThorCon telah memperoleh persetujuan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), untuk memulai evaluasi tapak dan menargetkan kontribusi 10 gigawatt kapasitas PLTN pada 2040.
“Apapun yang kita janjikan dalam transisi energi di Indonesia, tidak akan optimal jika dimulai dengan pasokan yang intermitent (tidak selalu tersedia-red). PLTN harus menjadi bagian dari solusi utama,” jelas Tagor.
Dari pihak regulator, Khairul Huda dari Bapeten menegaskan bahwa PLTN telah menjadi program strategis yang dibicarakan banyak pihak. Sebagai badan pengawas independen memiliki mandat untuk memastikan aspek keselamatan, keamanan, dan safeguards sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997. Regulasi yang lengkap, mulai dari undang-undang hingga peraturan badan, telah disiapkan untuk mengawal pembangunan PLTN dalam RUPTL 2025–2034.
Dari sektor inovasi dan startup, Marina Kusumawardhani dari MIT REAP Indonesia membagikan pengalaman membangun ekosistem inovasi nuklir melalui model spin off MIT. Tantangan implementasi di Indonesia mencakup pendanaan yang besar, infrastruktur, dan kerentanan wilayah terhadap gempa. Marina mencontohkan proyek SPARC yang dikembangkan MIT dan ditargetkan beroperasi pada 2030, menunjukkan bahwa percepatan inovasi dapat dicapai melalui sinergi universitas, laboratorium, modal ventura, dan dukungan kebijakan yang kuat.
Diskusi panel yang menghadirkan Hary Devianto (ITB), Alexander Agung (Universitas Gadjah Mada-UGM), dan Anhar Riza Antariksawan (Badan Riset dan Inovasi Nasional-BRIN) memperluas pembahasan pada aspek teknis, keamanan eksternal, dan desain siklus bahan bakar.
Hary Devianto mengingatkan perlunya analisis siklus hidup PLTN, Alexander menekankan manfaat siklus bahan bakar tertutup untuk memaksimalkan potensi sumber daya. Sementara Anhar mengajak peserta agar dapat memandang semua sumber energi, sebagai kolaborator demi mencapai kemandirian energi dan target net _zero emission_.
Para pembicara sepakat bahwa percepatan pembangunan PLTN di Indonesia membutuhkan sinergi lintas sektor, mulai dari harmonisasi regulasi, penguatan riset, pengembangan SDM, hingga keterlibatan industri dalam rantai pasok teknologi. PLTN dinilai tidak hanya menjadi solusi untuk kebutuhan listrik nasional, tetapi juga dapat dipadukan dengan energi terbarukan untuk melistriki wilayah terpencil dengan pasokan yang stabil.
Sesi ini ditutup dengan ajakan untuk memanfaatkan momentum KSTI 2025 sebagai titik awal penyusunan peta jalan pengembangan energi nuklir di Indonesia. Dengan inovasi teknologi, regulasi yang matang, dan kolaborasi semua pihak, PLTN diharapkan menjadi bagian penting dari infrastruktur energi masa depan yang mandiri, aman, dan berkelanjutan. (H-2)
NASA mempercepat rencananya untuk membangun reaktor nuklir bertenaga 100 kilowatt di Bulan pada 2030.
Pemerintah harus mengirim tenaga ahli ke negara-negara maju yang telah mengoperasionalkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved