Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Teknologi RI Melambat

Puput Mutiara
12/11/2016 04:30
Teknologi RI Melambat
(MI/PANCA SYURKANI)

PERKEMBANGAN teknologi Indonesia relatif stagnan dibandingkan negara-negara Asia, bahkan justru melambat. Terbukti, dari kesiapan teknologi Indonesia yang sempat berada pada posisi ke-60 pada 2013 kini turun menjadi peringkat 80 dari 150 negara. Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir mengatakan kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian dan daya saing bangsa.

Apalagi, negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura mengalami peningkatan signifikan di bidang teknologi. "Negara lain memang sangat cepat perkembangannya. Jadi kita bukan turun sebenarnya, hanya memang lambat," ujar Menristek seusai membuka Pelantikan dan Rapat Kerja Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia di Jakarta, Jumat (11/11). Salah satu indikator yang paling mencirikan perlambatan itu ialah tahap kesiapan teknologi atau disebut Technology Readiness Level (TRL).

Faktanya, belum banyak riset di Indonesia yang sudah sampai pada TRL 7 alias siap dipasarkan ke industri atau masyarakat. Selain itu, jumlah peneliti di Indonesia hanya sekitar 1.071 peneliti per sejuta penduduk. Jika dibandingkan Korea Selatan dengan jumlah peneliti mencapai 8.000 per sejuta penduduk atau Singapura (7.000) dan Malaysia (2.590) peneliti, jumlah tersebut masih jauh dari ideal.

"Ini harus terus kita dongkrak. Mahasiswa S-1 atau pascasarjana kita dorong supaya menghasilkan riset yang bisa dimanfaatkan dan terpublikasi secara internasional," ucapnya. Ke depan, terang Mantan Rektor Universitas Diponegoro tersebut, perguruan tinggi harus memiliki target pencapaian riset. Setidaknya setiap perguruan tinggi menyumbangkan satu hasil penelitian yang bisa dikembangkan hingga TRL 7.

Lebih lanjut, ada sembilan fokus bidang riset yang sejalan dengan arah pembangunan bangsa yaitu pangan dan pertanian, kesehatan dan obat-obatan, teknologi informasi komunikasi, transportasi, material maju, teknologi pertahanan, EBT, kemaritiman, dan sosial humaniora. "Prioritas Bapak Presiden saat ini ada tiga bidang yakni kemaritiman, pangan, dan energi," tegasnya.

Pelatihan dosen
Saat dihubungi terpisah, pengamat pendidikan Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto menilai, minimnya peneliti serta hasil riset di perguruan tinggi disebabkan dosen yang belum terampil dan tidak memahami riset. "Mulai dari yang paling dasar, seperti apa metode riset, untuk apa riset itu nantinya. Banyak dosen yang tidak tahu," tukasnya. Oleh karena itu, perlu adanya program pelatihan yang dikhususkan bagi para dosen agar memiliki kemampuan meneliti yang sesuai.

Artinya, dapat mendukung rencana strategis pemerintah untuk meningkatkan riset aplikatif di Tanah Air. Tidak seperti sekarang ini, imbuh Totok, ketidakmampuan dosen dalam menulis proposal termasuk menyusun rancangan penelitian mengakibatkan budaya riset di perguruan tinggi relatif tertinggal. "Tujuan pelatihan ya untuk itu. Jangan-jangan memang sedikit sekali dosen kita yang menguasai delapan bidang riset yang jadi fokus pemerintah," tandasnya. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya