RIBUAN ekor ikan di dalam keramba jaring terlihat membentuk formasi renang nan indah seraya menyambut kedatangan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir di Kepulauan Seribu, Jakarta, Rabu (23/9).
Satu di antara varietas ikan itu ialah ikan nila laut (marine tilapia) hasil pengembangan teknologi budi daya ikan nila salina.
Nasir lalu spontan menyebut ikan itu ikan maharsi. Itu diambil dari nama peneliti Muhammad Husni Amarullah dan Ratu Siti Aliah.
Meski belum dipatenkan secara resmi nama ikan tersebut, ada harapan besar pada ikan hasil rekayasa teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) itu.
Pasalnya, ikan nila yang umumnya hanya hidup di air tawar atau air payau kini, melalui proses teknologi adaptasi, dapat dibudidayakan di laut dengan kuantitas dan kualitas yang baik.
Agar berkualitas, kondisi genetik benih hasil perkawinan induk-induk ikan nila salina selalu dipantau secara periodik menggunakan teknologi penanda DNA (DNA marker).
"Induk nila juga diberi vaksin DNA Streptococcus sp agar menghasilkan benih yang tahan terhadap serangan bakteri. Ini penting agar kondisi genetiknya dapat bertahan stabil," ungkap Ratu Siti Aliah sebagai peneliti bidang pengembangbiakan dan genetika ikan BPPT.
Di luar itu, ada sejumlah keunggulan yang dimiliki nila laut tersebut. Beberapa di antaranya ialah memiliki toleransi salinitas air hingga >32 ppt, laju pertumbuhan optimal dengan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi (SR 85%), dan mengandung protein tinggi, asam lemak omega 3, 6, 9, dan EPA/DHA.
Dengan berbagai keunggulan itu pula, Nasir yakin di masa depan, akan tumbuh sentra produksi budi daya ikan nila salina dan nila laut secara bersama-sama di Kepulauan Seribu, beserta dengan industri pengolahannya.
"Tentunya itu akan diikuti pula dengan kesejahteraan masyarakat sekitar. Ikan maharsi pun akan jadi primadona di Kepulauan Seribu," pungkas Nasir.