Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Api di Gambut Bisa Dideteksi

Puput Mutiara
03/11/2016 09:30
Api di Gambut Bisa Dideteksi
(ANTARA)

PENELITI dari Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga Ketua Kelompok Ahli Badan Restorasi Gambut, Prof Azwar Maas, memperkenalkan perangkat lunak Early Warning System for Peatland Fire atau Sistem Peringatan Dini Kebakaran Lahan Gambut di kegiatan diskusi di Yogyakarta, Selasa (1/11).

Siaran pers UGM yang diterima di Jakarta, Selasa, menyebutkan teknologi tersebut dapat mendeteksi kondisi lahan gambut di suatu daerah tertentu berdasarkan keadaan biofisik yang dapat diamati, seperti posisi lahan gambut serta lama waktu tidak adanya hujan. “Program ini dapat dipakai di mana saja dan oleh siapa saja. Saya harap program ini bisa membantu mengidentifikasi kondisi lahan gambut dan cara-cara penanganan dini sebelum terjadi kebakaran lahan,” ujar Azwar.

Bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi hampir setiap tahun di Tanah Air telah berdampak tidak saja pada masyarakat di Sumatra dan Kalimantan, tetapi juga Singapura dan Malaysia.

Data dari Bank Dunia yang dikeluarkan pada awal 2016 menunjukkan kerugian ekonomi Indonesia akibat bencana asap pada 2015 mencapai Rp220 triliun.
Selain itu, sekitar 47 juta orang di Pulau Kalimantan dan Sumatra terpapar asap, serta setidaknya 19 orang dilaporkan meninggal dunia akibat kejadian tersebut.

Luas lahan rawa gambut di Indonesia diperkirakan 20,6 juta hektare atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia. Dari luasan tersebut sekitar 7,2 juta hektare atau 35% terdapat di Pulau Sumatra.

Lahan rawa gambut merupakan bagian dari sumber daya alam yang mempunyai fungsi di antaranya untuk pelestarian sumber daya air, peredam banjir, pencegah intrusi air laut, pendukung berbagai keanekaragaman hayati, dan pengendali iklim melalui kemampuan dalam menyerap dan menyimpan karbon.


Tinjau moratorium

Dari Medan, Sumatra Utara, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia meminta pemerintah meninjau kembali moratorium lahan gambut. “Moratorium di lahan gambut dan larangan perluasan tanaman sawit itu tidak saja merugikan petani dan pengusaha, tetapi juga pemerintah,” ujar Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad di Medan, Selasa (1/11).

Dia mengatakan itu di sela-sela acara Seminar Menyongsong 100 Tahun Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan, yang digelar Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara (USU) bekerja sama dengan Media Perkebunan.

Larangan penanaman di lahan gambut, misalnya, kata dia, sudah melanggar UU dan peraturan yang dibuat pemerintah sebelumnya. Dia menyebutkan, dalam UU No 41/1999 tentang Lahan Gambut dinyatakan lahan gambut dengan kedalam­an 3 meter ke bawah boleh diusahakan atau ditanami.

Aturan itu juga ada di Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Nasional dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budi Daya Kelapa Sawit.

Guru Besar Fakultas Pertanian Sumut Prof Dr Abdul Rauf mengatakan seharusnya pemerintah hadir membantu petani dan pengusaha sawit. “Rakyat tidak boleh dibiarkan sendiri dalam menghadapi masalah. Pemerintah Indonesia harus hadir dan mendukung kuat petani.” (Ant/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya