Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
MESKI berkontribusi terhadap penyiapan sumber daya manusia (SDM) bagi bangsa Indonesia seperti halnya pendidikan formal, keberadaan madrasah diniyah masih terpinggirkan dalam kebijakan sistem pendidikan nasional. Pemerintah diminta tidak abai terhadap pesoalan ini.
Hal itu mengemuka saat Pengurus Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, menggelar bedah buku berjudul "Madrasah Diniyah Takmiliyah di Persimpangan Regulasi Nasional" karya Akhmad Sururi, di kantor FKDT setempat, Rabu (29/1) sore.
Bukannya mendapat apresiasi, pengakuan atas jasa lembaga pendidikan keagamaan ini masih jauh dari harapan. Sampai saat ini nasib pendidikan keagamaan di Kabupaten Brebes khususnya memang belum mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah nasional maupun daerah.
"Bahkan, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Madrasah Diniyah yang pernah digulirkan sejak tahun 2015 silam, hingga saat ini belum ada tanda-tanda diselesaikan karena belum mendapatkan dukungan dari parlemen maupun dari pihak Pemkab Brebes," ujar legislator DPRD Jawa Tengah, Musyaffa, yang menjadi pembicara utama.
Musyaffa menyebut regulasi sudah dibahas bolak balik tak kunjung jadi, naskah akademik sudah jadi, sampai sekarang tidak ada pembahasan. Padahal dalam Raperda tentang Madrasah Diniyah tidak hanya berbicara soal anggaran.
"Namun, juga ada nomenklatur yang harus dilakukan pemerintah, seperti siswa SD maupun SMP yang akan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, harus menyertakan ijazah Madrasah Diniyah. Di Jawa Tengah ada sejumlah daerah yang sudah menerapkan," jelas Musyaffa.
Menurut Musyaffa, lembaga pendidikan keagamaan terpinggirkan dan hanya dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. "Madrasah seperti hanya jadi pendorong mobil mogok yang kemudian ditinggal saat mobil sudah jalan," ucapnya prihatin.
Mengondisikan karakter
Budayawan Pantura Atmo Tan Sidik, menyampaikan kurikulum pendidikan madrasah seharusnya mengondisikan karakter yang indah, cerdas, profesional, dialogis serta moralitas yang akhlaqul karimah.
"Itu menjadi penting untuk mengatasi adanya fenomena saat ini dimana negara disebut tidak sedang baik-baik saja, seperti maraknya kasus korupsi, narkotika dan perikaku lainnya yang tidak baik," ujar Atmo.
Penulis buku "Madrasah Diniyah Takmiliyah di Persimpangan Regulasi Nasional", Akhmad Sururi, mengakui pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi memang telah menetapkan Kurikulum Merdeka sebagai upaya pemulihan pembelajaran pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah yang diberlakukan mulai 2022.
"Untuk mendukung kebijakan tersebut, Kementerian Agama menetapkan Keputusan Menteri Agama Nomor 347 Tahun 2022 Tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka pada Madrasah.
"Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) di madrasah, 100% mengikuti kebijakan Kemendikbudristek. Tapi Kementerian Agama hanya melakukan adaptasi sesuai kebutuhan, yang belum menyentuh terutama pada Madrasah Diniyah Takmiliyah," ujar Akhmad Sururi.
Ia meminta agar pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi agar tidak mengabaikan persoalan tersebut. "Sehingga kita tidak seperti dalam persimpangan jalan terus," pinta Sururi, yang juga Ketua Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT Kabupaten Brebes. (N-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved