Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
PADA 134 tahun lalu yaitu pada 21 Januari 1891 M, adalah hari wafat pahlawan nasional asal Pidie, Aceh, bernama Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman bin Sjech Abdullah. Ulama besar putra dari pasangan Sjech Abdullah dan Siti Aisyah itu merupakan tokoh penggerak perang sabil melawan penjajahan kolonial Belanda yang hendak menguasai wilayah Kesultanan Aceh di abad ke-18 Masehi kala itu.
Dalam rangka mengenang jasa dan perjuangannya, pada Sabtu (25/1) hari ini, adalah atas inisiatif cicit Teungku Chik Di Tiro bernama Teungku Zainal Abidin, menggelar kenduri serta doa bersama.
Acara yang dihadiri keluarga besar, sanak kerabat dan warga sekitar, berlangsung di kediaman Teungku Zainal Abidin komplek pemakan keluarga besar keturunan Tiro, Gampoeng (Desa) Pante Garot, Kecamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.
Amatan Media Indonesia, peringatan mengenang hari bersejarah syahidnya Ulama besar paling disegani bangsa penjajah itu berlangsung sangat sederhana. Bahkan jauh dari kesempurnaan layaknya untuk mengenang jasa besarnya pahlawan yang merebut kemerdekaan bangsa .
Tidak ada satupun pejabat teras atau pihak dinas terkait Pemkab Pidie atau Pemprov Aceh yang menghadiri doa bersama itu. Untuk kebutuhan dana, cicit Teungku Chik Di Tiro Teungku Zainal Abidin hanya mengandalkan sekedar sumbangan donatur dan ulurang tangan famili atau keluarga besar nya.
Puluhan kaum lelaki duduk lesehan di lantai keramik sebuah balai berkontraksi beton persis tepi Sungai dekat bendungan irigasi Krueng Baro, Kemukiman Garot.
Tahlil, samadiah serta doa bersama dipimpin oleh Imam Gampong Pante Garot. Ada juga Ulama muda Abi Ghazali, Wakil Mudir (wakil pimpinan) Pesantren Bustanul Ulum Diniyah Islamiyah Tungkop, Kecamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie.
Para jemaah terlihat sangat tekun dan khidmat mengikuti doa bersama yang seolah terbawa kembali ke alam perjuangan Teungku Chik Di Tiro ratusan tahun silam. Wajah-wajah jemaah yang hadir tampak sangat khusyuk dan haru larut dalam kalimat-kalimat belaian kasih sayang Allah.
"Melalui peringatan 134 tahun wafatnya Teungku Chik Di Tiro, menjadi motivasi bagi generasi ini untuk mengisi kemerdekaan sebagaimana cita-cita pahlawan bangsa" tutur, Ibtisam Lutfia, siswi Madrasah Ulumul Quran, Kabupaten Pidie, di sela-sela acara doa dan kenduri itu.
Cicit Teungku Chik Di Tiro bernama Teungku Zainal Abidin bin Teungku Abdullah (Teungku Muhammad Amin) bin Teungku Mahyiddin bin Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman, kepada Media Indonesia mengatakan, haul ke 134 tahun syahidnya pahlawan pembela agama dan pendiri bangsa asal Tiro itu adalah untuk memohon rahmat Allah.
Terutama kepada yang gugur di medan perang dan para perempuan penyedia logistik atau pengatur strategi kalau itu. Ini juga ikhtiar melawan lupa untuk melihat ke belakang agar tidak mekhianati di masa depan.
"Ini sangat berarti sepanjang usia saya yang jarang terselenggarakan haul memperingati kepulangan Teungku Chik Di Tiro. Walau sangat sederhana, Semoga arara ini bukan yang terakhir dan menjadi semangat di ulang tahun berikutnya. Alhamdulillah dan terimakasi atas sumbangsih semua pihak yang telah membantu keberlangsungan ini" tambah Cicit Teungku Chik Di Tiro yang sudah berubah di usia 70 tahun itu.
Sesuai penelusuran Media Indonesia, Teungku Chik Di Tiro syahid pada 25 Januari 1891 Masehi, saat bergerilya di kawasan Aceh Besar. Awalnya sang Ulama besar Aceh yang antipenjajahan itu diundang ke Benteng Tui Seilemeung.
Di benteng tersebut, Teungku Chik di Tiro diberi makanan beracun oleh putra pemimpin Sagi Sagi atas suruhan pemerintahan Belanda. Karena keracunan Teungku Chik di Tiro dibawa ke Benteng Aneuk Galong untuk dirawat, tetapi nyawanya tidak tertolong.
Lalu Teungku Chik di Tiro dimakamkan di kuburan keluarga di Meureu, Aceh Besar. Walau telah wafat Teungku Chik Di Tiro masih sangat berpengaruh di seluruh penjuru Aceh.
Sehingga Belanda terus mencari keberadaan semua anak keturunannya yang dikenal berani dan taat beragama. Tapi msyarakat Aceh tetap berusaha menyembunyikan keluarga besar Teungku Chik Di Tiro.
Tidak ganjil kalau sanak keturunannya kemudian banyak yang syahid di Kecamatan Tangse, Pidie dan sebagiannya di makamkan di Komplek Keluarga Besarnya di Pante Garot, Kecamatan Indrajaya. (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved