Headline
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
PEMERINTAHAN Joko Widodo-Jusuf Kalla sangat mengedepankan upaya untuk mengubah karakter bangsa. Itu penting agar masyarakat lebih memiliki daya saing serta nilai-nilai positif lainnya. Dalam program revolusi mental yang digaungkan pemerintahan Jokowi-Kalla, di antaranya sangat erat kaitannya dengan budaya membaca di masyarakat. Itu seperti diungkapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) M Syarif Bando.
Menurut dia, kata kunci keberhasilan program revolusi mental terletak pada buku. Tanpa membaca buku, daya saing sumber daya manusia bangsa Indonesia akan semakin tertinggal. Sayangnya itu yang dialami bangsa Indonesia saat ini. Menurut Syarif, sekitar 40% dari jumlah tenaga kerja di Indonesia hanya lulusan dari pendidikan dasar. Akibatnya, daya saing dan kinerja tenaga kerja yang dimiliki Indonesia relatif rendah dan profesi pekerjaan didominasi sebagai buruh.
"Itu sebabnya, program revolusi mental ruhnya berada di perpustakaan. Tantangan bagi pustakawan ialah menyediakan bahan bacaan yang paling dibutuhkan oleh masyarakat dan bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari," ujar Syarif kepada Media Indonesia, di Jakarta, Selasa (4/10). Ia menerangkan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja, dalam hal ini buruh, bisa dilakukan dengan memberikan mereka akses bukubuku tentang ilmu terapan. Dengan begitu,
mereka nantinya bisa menciptakan lapangan pekerjaan di masa mendatang.
"Seperti, cara membuat tempe, membuat kerajinan tangan, atau lainnya. Lewat pengetahuan, meski tanpa ijazah, mereka bisa mempekerjakan orang nantinya," tutur Syarif. Menurut Syarif, sudah banyak contoh sukses perubahan nasib masyarakat yang memiliki kebiasaan membaca yang baik. Setelah berkenalan dengan perpustakaan, bahkan ada seorang mantan TKI yang kini merdeka secara ekonomi serta menjadi pengusaha kerajinan tas skala kecil.
"Artinya, ini menegaskan revolusi mental semestinya dimulai dari budaya membaca masyarakat," tegas dia. Itu sebabnya untuk mendorong dan meyakinkan masyarakat bahwa kehidupan bisa berubah dengan membaca, Perpusnas saat ini menggandeng masyarakat dengan membentuk Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB). "GPMB ini ialah organisasi kemasyarakatan yang digerakkan oleh orang-orang yang berminat dengan perpustakaan serta secara sukarela mengajak masyarakat untuk membaca," papar Syarif.
Minimum 16%
Di sisi lain, Syarif menyampaikan, sebenarnya tidak ada masalah dengan budaya membaca masyarakat Indonesia. Justru yang menjadi masalah ialah ketersediaan buku-buku bacaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. "Data menyebutkan, hanya 30 ribu judul buku yang terbit di Indonesia per tahun dan dicetak 5.000 kopi per buku." Minimnya ketersediaan buku itulah yang kemudian menyebabkan satu buku dibaca oleh 15 orang. Kondisi itu berbeda dengan negara lain seperti negaranegara di Asia Timur, Eropa, serta Amerika.
Di sana, rata-rata setiap orang membaca 15-20 buku dalam satu tahun. Selain ketersediaan buku yang minim, Indonesia pun menghadapi masalah terkait pendistribusian buku, khususnya untuk wilayah timur Indonesia. Perpusnas turut mengalami kendala pendistribusian buku ke wilayah itu. "Itulah konsekuensi dari luasnya wilayah Indonesia. Namun, Perpusnas terus berupaya untuk menjembatani kehadiran buku-buku di sana," tutur dia. Terkait hal itu, Syarif
menjelaskan, saat ini Perpusnas mengelola buku sekitar 2,6 juta buku, sedangkan total seluruh buku di perpustakaan di seluruh Indonesia ada sekitar 20 juta buku, atau baru sekitar 16% dari total penduduk Indonesia.
Untuk itu, kata dia, Perpusnas menargetkan bisa menambah ketersediaan buku sehingga tercapai jumlah buku yang ideal terhadap jumlah penduduk dengan menargetkan penambahan 5juta buku pertahunnya. "Itu penting karena meskipun saat ini bangsa Indonesia sudah memasuki era digital, keberadaan bukubuku secara fisik amat dibutuhkan, mengingat ada sekitar 170juta penduduk Indonesia yang belum terkoneksi dengan internet" kata Syarif.
Meski demikian, pihaknya tetap tidak mengabaikan kemajuan digital saat ini sebab dari 88,1 juta penduduk Indonesia yang mengakses internet, sayangnya 43,71% hanya digunakan untuk main game, musik, dan video 5,59%, untuk sosial 12,02%, gaya hidup 7,30%, fotografi 8,84%, personalisasi 5,10%, alat 8,96%, produktivitas 2,31%, lain-lain 3,45% dan hanya sebanyak 2% menggunakan internet untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Itu terjadi lantaran kurang buku-buku yang ditayangkan berbasis web.
Guna mendukung ketersediaan bukubuku dalam bentuk digital seiring dengan perkembangan zaman, Perpusnas terus mengembangkan layanan perpustakaan digital, yang koleksi dapat di akses melalui perangkat ITK. ‘’Selain itu, kami terus memastikan seluruh perpustakaan di Indonesia dapat berfungsi optimal dengan ketersediaan buku yang mencukupi. Tahun ini bahkan Perpusnas mengadakan sekitar 1 juta buku baru. Ini komitmen kami untuk menyukseskan program revolusi mental di masyarakat kita,’’ tutup Syarif. (Mus/S-25)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved