Mampukah Perpustakaan Memberdayakan Masyarakat?

ERLINA Apriliantika, seorang perempuan anak petani dari Dusun Cabean, Desa Bumirejo, Kulon Progo, bermimpi untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Namun, keterbatasan ekonomi orangtua dan keluarganya menjadi tantangan baginya. 

Adanya Perpustakaan Kabupaten Kulon Progo menjadi kunci transformasi Erlina. Dengan akses wi-fi gratis, koleksi buku beragam, dan fasilitas komputer, itu dapat menunjang belajarnya. 

Sejak SMA, Erlina memanfaatkan layanan perpustakaan untuk belajar, mengikuti bim­bingan belajar secara daring, dan mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi. Hasilnya, Erlina diterima di jurusan Manajemen Universitas Gadjah Mada (UGM). Hal itu menunjukkan bahwa keterbatasan ekonomi bukan penghalang mengejar prestasi dan meraih mimpi. 

Baca juga : Dampak Program Transformasi Berbasis Inklusi Sosial bagi Perpustakaan dan Pemustaka

Cerita tentang Erlina menjadi contoh bagaimana masyarakat mendapatkan manfaat dari layanan perpustakaan umum.

Dampak dan manfaat perpustakaan itu dikuatkan oleh kajian Perpustakaan Nasional RI 2024 terhadap pelaksanaan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial pada 2022-2023. 

Dari 544 responden pemustaka (masyarakat pengguna perpustakaan) di perpustakaan yang menjadi lokus kajian, sebanyak 81,6% responden pelajar dan mahasiswa menyatakan bahwa prestasi akademik mereka meningkat dan 81,9% menggunakan layanan perpustakaan untuk mengerjakan tugas sekolah (PR). Sementara itu, 82,9% responden yang merupakan pelaku usaha dan pekerja paruh waktu menyatakan telah memenuhi syarat untuk bekerja setelah dibekali pendidikan dan pelatihan di perpustakaan.

Baca juga : Perpustakaan Indonesia Masih Hadapi Persoalan Klasik

Hasil kajian di bidang pendidikan juga menunjukkan bahwa pemustaka mendapatkan manfaat. Manfaat itu dalam hal peningkatan membaca, mengerjakan tugas sekolah? Serta berpartisipasi dalam pembelajaran informal melalui kegiatan di perpustakaan. Seperti pelatihan kecakapan hidup, kejar paket/penyetaraan, dan kelas belajar di perpustakaan.

Sementara itu, hasil kajian di bidang inklusi digital menunjukkan 91% masyarakat mempelajari keterampilan dasar komputer di perpustakaan dan 90,1% belajar keterampilan komputer tingkat menengah. 

Hasil kajian juga menunjukkan bahwa sebanyak 89,7% pemustaka meningkat kemampuannya dalam menggunakan teknologi, seperti komputer, internet, e-book dan penggunaan wi-fi. Sselain itu, sebanyak 86,4% masyarakat dapat menghemat uang karena layanan internet yang disediakan perpustakaan bersifat gratis. 

Baca juga : Menumbuhkan Minat Baca Dengan Gerakan PM

Hasil kajian di atas menguatkan cerita Miyati, seorang kader posyandu di Desa Gunung Putih, Kab Bulungan, Kalimantan Utara. Miyati berhasil menciptakan aplikasi Bina Waluyo App untuk mendigitalisasi layanan kesehatan. 

Dengan memanfaatkan fasilitas perpustakaan desa seperti komputer, internet, dan pelatihan literasi digital, Miyati mengembangkan software yang merapikan data kesehatan warga, mempermudah integrasi dengan data pemerintah desa dan puskesmas, serta meningkatkan efisiensi layanan posyandu.

Inovasi itu tak hanya diapresiasi oleh mitra kesehatan setempat, tetapi juga menjadi model bagi posyandu lain di desa tersebut.
Hasil kajian dan cerita dampak pada masyarakat itu menunjukkan bahwa perpustakaan berperan sebagai pilar pemberdayaan masyarakat dengan mendukung pendidikan, meningkatkan literasi, menciptakan peluang yang lebih baik, motor digitalisasi desa, dan mendorong lahirnya inovasi. 

Inisiatif itu telah membuktikan bagaimana perpustakaan dapat menjadi pusat transformasi. Tidak hanya memberikan akses informasi, tetapi juga memberdayakan individu untuk mengatasi tantangan ekonomi, mendukung penca­paian SDGs di bidang pendidikan berkualitas, pemberdayaan perempuan, dan pekerjaan yang layak. (S-1)