Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Perppu Perlindungan Anak Harus Berkeadilan

Richaldo Y Hariandja
17/10/2016 08:34
Perppu Perlindungan Anak Harus Berkeadilan
(Dok. MI)

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlin-dungan Anak (PP-PA) berharap terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang memuat hukuman kebiri kimiawi, hukuman mati, serta pemasangan cip elektronik bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak harus dibarengi dengan sinergi dan profesionalitas aparat penegak hukum.

Menteri PP-PA Yohana Yembise mengemukakan hal itu saat menanggapi masih adanya pihak-pihak yang menilai Perppu No 1/2016 mengabaikan prinsip keadilan, terutama bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. “Dicantumkannya sanksi hukuman yang tergolong sangat berat tersebut sesuai dengan tindakan pelaku sehingga diharapkan menimbulkan efek jera bagi pelaku kekerasan,” katanya di Jailolo, Maluku Utara, di sela-sela aca­ra Jelajah Three Ends.

Three Ends merupakan salah satu program yang dicanangkan Kementerian PP-PA untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan orang, dan ketidak-adilan akses ekonomi terhadap perempuan.

Menurut Yohana, pihaknya juga tengah berkoordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan agar hukuman pelaku kekerasan terhadap anak bisa diberikan seberat-beratnya hingga memberikan peluang adanya hukuman mati.

Meski demikian, ujarnya, pemerintah dan DPR tidak bisa mengintervensi soal hukuman yang dikenakan kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak. “Apakah hukuman penjara seumur hidup, rehabilitasi, atau hukuman mati.”

Yohana menjelaskan hukuman itu tentu saja akan disesuaikan dengan seberapa berat pelaku melakukan kejahatan. “Apakah ada saksi-saksi yang meringankan. Tentu hakimlah yang akan menentukan. Kebiri hanyalah salah satu dari sanksi yang diberikan dalam bentuk tindakan sebagai tambahan hukuman,” ujarnya.

Pada sisi lain, Yohana juga meminta pemenuhan HAM bagi para korban, keluarga, dan masyarakat diprioritaskan walaupun di situ ada kewajiban negara untuk melindungi HAM pelaku kekerasan.

Alasan memprioritaskan pemenuhan HAM bagi korban karena ulah pelaku kekerasan seksual pada anak berakibat pada kehancuran masa depan korban dan keluarganya. Masyarakat juga ketakutan. Ada rasa tidak aman dengan perbuatan pelaku kekerasan seksual itu.

“Akibat perbuatan pelaku, ketertiban masyarakat terganggu,” tegasnya lagi.

Pencegahan
Pusat Kajian Perlindungan Anak (Puskapa) Universitas Indonesia memandang bahwa pemerintah seharusnya lebih berorientasi pada respons dan pencegahan yang efektif berdasarkan data dan menggunakan pendekatan lintas disiplin ilmu dalam menyikapi kekeras-an seksual terhadap anak. Beberapa pendekatan yang seharusnya diprioritaskan, menurut Co-director Puskapa Santi Kusumaningrum, ialah perbaikan sumber data dan informasi, serta pembenahan proses penegakan hukum.

Berikutnya ialah melindungi korban dan saksi, serta menempatkan masyarakat pada peran penting dalam mengatasi kekerasan seksual terhadap anak dengan wajib melaporkan bagi orang-orang di sekitar anak/korban. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik