Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
TEKNOLOGI impor yang dipakai Indonesia untuk mengelola sumber daya alam dinilai masih belum ramah lingkungan. Guna memastikan teknologi yang masuk ke Tanah Air benar-benar ramah lingkungan, pemerintah sedang mempersiapkan rancangan peraturan yang nantinya akan dibuat dalam bentuk peraturan presiden terkait dengan teknologi bersih.
Dirjen Penguatan Riset Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Jumain Appe menjelaskan yang dimaksud teknologi bersih ialah tidak hanya mampu menciptakan produk yang bagus, tetapi juga melalui proses produksi yang ramah lingkungan. “Problem kita sekarang ini kan teknologinya banyak impor, tapi belum ada mekanisme atau scanning terhadap teknologi itu apakah ramah lingkungan atau tidak,” ujarnya dalam jumpa pers Science & Technology Festival di ICE BSD, Tangerang Selatan, kemarin.
Seperti diungkapkan Jumain, teknologi yang berasal dari Tiongkok mayoritas diduga merusak lingkungan. Alih-alih ingin memanfaatkan teknologi tepat guna, justru sebaliknya, Indonesia bisa menjadi negara yang dipermasalahkan karena produk inovasi riset yang tidak bersih.
Ia pun mencontohkan sekarang ini industri kelapa sawit Indonesia sedang dipersoalkan di kalangan dunia internasional. Penyebabnya, lahan yang digunakan salah satunya telah merusak tatanan hutan lindung bahkan berdampak buruk pada masyarakat sekitar.
“Jadi nanti setiap perusahaan asing yang ingin masuk ke Indonesia harus ada assessment terhadap teknologi yang akan dipakai. Pengujiannya oleh LIPI dan BPPT,” ucapnya.
Di sisi lain, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI LT Handoko menilai peneliti di Indonesia umumnya sudah memiliki kesadaran untuk lebih mengembangkan teknologi ramah lingkungan. “Arah kita ke depan memang lebih pada green growth. Potensi daerah sebetulnya bagus, hanya bagaimana kita memanfaatkan peluang dan potensi yang ada saja,” tukasnya.
Ia mencontohkan pengolahan limbah tahu di Sumedang sudah menerapkan teknologi yang ramah lingkungan. Jika dulu limbah tahu dibuang sembarangan ke selokan hingga mencemari lingkungan karena baunya yang tidak sedap, kini hal itu tidak sudah tidak terjadi lagi.
Ecolabel
Kepala Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan Kementerian LHK Noer Adji Widjojo mengatakan para pelaku industri secara perlahan didorong menghasilkan produk ramah lingkungan dengan mencantumkan ecolabel sebagai bentuk informasi kepada konsumen. Dia pun menyampaikan sudah ada Peraturan Menteri 2/2014 tentang Pencantuman Logo Ecolabel. Saat ini sudah ada 13 produk yang didorong agar mendapatkan logo itu, di antaranya fotokopi, kertas majalah, kertas kemasan, kertas tisu kebersihan, tekstil, produk tekstil, kulit jadi, sepatu kasual kulit, serbuk detergen, baterai kering, cat tembok, ubin keramik, dan kantong belanja plastik. Namun, yang potensial ialah industri kertas dan furnitur karena sudah ada sistem verifikasi legalitas kayu.
Di samping itu, pemerintah saat ini tengah menggodok peraturan pemerintah berkaitan dengan ekonomi instrumen lingkungan hidup yang rancangannya sedang difinalisasi. Nantinya akan dimuat aturan pengadaan barang dan jasa ramah lingkungan. Di dalamnya juga diatur intensifikasi bagi pelaku industri yang telah mencantumkan ecolabel pada produk mereka. “Produk ramah lingkungan itu yang dibeli pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa. Kita dorong menjadi intensif yang bernilai secara ekonomi bagi produsen,” tukas Adji.(Ind/H/1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved