PEMANASAN global saat ini berdampak pada perubahan iklim.
Itu berujung pada berbagai bencana, seperti banjir, tanah longsor, badai, kekeringan, krisis air bersih, merosotnya produksi pangan, wabah penyakit, dan pulau tenggelam.
Guna mengatasinya, pemerintah berupaya menyeimbangkan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Dalam dokumen kontribusi nasional mengenai pembatasan emisi gas rumah kaca (Intended Nationally Determined Contribution/INDC) yang akan disampaikan di konferensi iklim Paris pada November-Desember 2015, pemerintah sepakat dan melihat kebutuhan Indonesia ialah menyeimbangkan mitigasi dan adaptasi.
Dokumen INDC yang disusun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Dewan Pengarah Penanganan Perubahan Iklim telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo pada Senin (31/8).
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan Indonesia menargetkan penurunan emisi sampai 29% pada 2030.
"Dalam INDC kita sepakat pada angka 29%," kata Siti seusai dialog mengenai perubahan iklim dan kesiapan Indonesia dalam menghadapi konferensi internasional mengenai perubahan iklim (UNFCCC) di Jakarta, Rabu (2/9).
Sarwono Kuskumaatmadja, mantan menteri lingkungan hidup, mengatakan Presiden mendukung sepenuhnya INDC yang menonjolkan adaptasi terhadap perubahan iklim.
"Kita inginnya berimbang antara mitigasi dan adaptasi. Kita menganggap adaptasi sebagai hal penting," kata dia.
Menurut dia, adaptasi penting bagi Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya tinggal di daerah pesisir dan rentan terkena dampak perubahan iklim.
"Garis pantai Indonesia terpanjang kedua di dunia dan sebagian besar masyarakat beraktivitas di pesisir. Kita juga negara kepulauan, kebanyakan pulau kecil yang rentan terhadap perubahan iklim," tambah dia.
Dari hasil kajian Maplecroft's Climate Change Vulnerability Index (Indeks Dampak Perubahan Iklim) ada 1.500 pulau di Indonesia yang akan tenggelam pada 2051.
Permukaan laut naik Sementara itu, para ahli Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) mengatakan permukaan laut di seluruh dunia terus naik dan data satelit terbaru mengatakan kenaikan setinggi 1 meter akan terjadi selama 100 sampai 200 tahun mendatang.
Lapisan es di Greenland dan di Kutub Selatan meleleh lebih cepat jika dibandingkan dengan di masa lalu.
Suhu laut semakin hangat dan penyebarannya lebih luas ketimbang sebelumnya.
Menurut Direktur Divisi Ilmu Bumi NASA Michael Freilich, kenaikan permukaan laut itu akan memberikan 'dampak besar' di seluruh dunia.
"Lebih dari 150 juta orang, kebanyakan di Asia, tinggal di wilayah 1 meter di atas permukaan laut saat ini," kata dia.
Negara bagian di Amerika Serikat seperti Florida yang berada di permukaan yang rendah terancam hilang, demikian juga dengan kota-kota besar serupa seperti Singapura dan Tokyo.
"Ini bahkan akan menenggelamkan beberapa bangsa di kepulauan Pasifik."
Dalam konferensi pers membicarakan data terbaru mengenai naiknya permukaan laut tersebut, para ahli mengatakan di masa depan, permukaan pantai di seluruh dunia akan sangat jauh berbeda dari sekarang.
"Sekarang ini kenaikannya mungkin 1 meter, berdasarkan data pemanasan bumi yang ada," kata Steve Nerem dari University of Colorado yang merupakan kepala riset NASA mengenai permukaan laut.
"Ini akan semakin memburuk di masa depan. Hal yang paling tidak bisa diprediksi ialah seberapa cepat pelelehan lapisan es di kutub akan terjadi."
Permukaan laut sudah naik rata-rata 7,6 cm sejak 1992, dengan beberapa lokasi naik lebih dari 23 cm karena variasi alam.
Kebanyakan air tambahan itu berasal dari melelehnya es.
Para ahli utamanya khawatir dengan lapisan es Greenland, dengan pelelehan mencapai rata-rata 303 gigaton setahun selama sepuluh tahun terakhir.
Juga di Kutub Selatan, lapisan es meleleh dengan rata-rata 118 gigaton setiap tahunnya.
"Salah satu yang kami pelajari ialah lapisan es ini meleleh lebih cepat daripada yang kami perkirakan sebelumnya," kata Josh Willis dari NASA. (Nasa/Ant/L-1)