Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

PPNI Respons Bencana

Puput Mutiara
30/9/2016 08:39
PPNI Respons Bencana
(Antara/Wahyu Putro A)

PERSATUAN Perawat Nasional Indonesia (PPNI) ingin membangun budaya respons cepat terhadap bencana. Demikian dikatakan Ketua Umum PPNI Harif Fadillah saat acara World Society Disaster Nursing (WSDN) Aca-demy Conference 4th 2016 di Jakarta, kemarin.

“Kita ingin membangun budaya respons cepat terhadap bencana. Selain belajar dari negara berteknologi maju, kita juga bisa mempelajari sistem yang tidak kalah bagus yang saat ini sudah diterapkan oleh BNPB,” cetusnya.

Peristiwa bencana tanah longsor yang terjadi baru-baru ini di Kabupaten Garut dan Sumedang, Jawa Barat, telah menghentak dunia. Data Badan Kesehatan Dunia tahun 2015 mencatat, selama lebih dari 10 tahun bencana di seluruh dunia telah mengakibatkan lebih dari 700 ribu orang kehilangan nyawa, lebih dari 1,4 juta jiwa terluka, dan 23 juta jiwa lainnya harus kehilangan tempat tinggal.

“Karena masalah bencana ini bukan hanya terjadi di Indonesia, sebanyak 40 organisasi keperawat­an dari 7 negara berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas perawat yang sejatinya memiliki peranan sangat penting saat terjadi bencana,” jelasnya lebih lanjut.

Lebih detail, tujuh negara itu antara lain Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Inggris, Thailand, dan termasuk Indonesia.

Bahkan dalam waktu dekat, tambah Harif, pihaknya akan menjalin kerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

President of WSDN Aiko Yamamoto menekankan bahwa kerja sama yang terjalin antarnegara dan lembaga di negara masing-masing dapat dilakukan lewat pertukaran ilmu keperawatan bencana.

Hasil penelitian dari berbagai negara juga bisa diterapkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bencana.

“Penanganan masalah kesehatan akibat bencana memang belum banyak dipraktikkan secara nyata, bukan hanya di Indonesia, melainkan merata di seluruh dunia,” tandasnya.

Padahal, sambung dia, perubahan iklim dan situasi sosiopolitik belakangan ini sedikit banyak juga berpengaruh terhadap peningkatan kejadian bencana yang diakibatkan oleh alam dan manusia sehingga diperlukan strategi dan aksi nyara untuk mengantisipasi hal tersebut.

Hanya 10%
Indonesia memiliki sedikitnya 962 ribu perawat dengan pertumbuhan mencapai 1 juta lulusan akademi keperawatan setiap tahunnya. Namun, mirisnya, dari jumlah tersebut hanya 10% di antaranya yang telah memiliki kompetensi kegawatdaruratan bencana.

Padahal, menurut Harif, di tengah kondisi negara yang saat ini banyak dilanda bencana alam serta kejadian darurat lain, seperti kecelakaan, sangat dibutuhkan keberadaan perawat dengan kapasitas dan kemampuan yang mumpuni.

“Tidak hanya kesiapsiagaan pelayanan kesehatan yang tangguh, perawat juga harus mampu mengelola risiko bencana sehingga dapat meminimalisasi dampak kejadian tersebut,” ujarnya.

Ketidakmampuan perawat dalam menangani masalah kesehatan di saat terjadi bencana, ungkap Harif, berdampak terhadap keterlambatan proses pertolongan pertama. Akibatnya, upaya penyelamatan korban menjadi terhambat. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya