RENCANA pemerintah melalui Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menaikkan pajak buku disesalkan oleh kalangan penerbit. Pasalnya, rencana kenaikan pajak buku tersebut bisa meruntuhkan semangat penerbit untuk turut membantu mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Sejatinya, penerbit dan pemerintah bergandengan tangan dalam mencerdaskan anak bangsa. Hal ini dilakukan melalui harga buku yang mudah dijangkau oleh masyarakat," ungkap Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) DKI Jakarta Afrizal Sinaro saat dihubungi Media Indonesia, di Jakarta, kemarin.
Dia mengakui pihaknya sudah mendengar kabar ada kebijakan pemerintah yang membuat para penerbit buku khawatir dengan kenaikan pajak buku. Dari pengakuannya, pemerintah berencana menaikkan pajak tambahan pada buku-buku di luar buku pendidikan, buku agama, dan kitab suci sekitar 10% mulai bulan ini.
"Tentu saja, kami semua penerbit buku menyesalkan rencana kenaikan pajak tambahan sekitar 10% tersebut. Dalam kondisi penerbit sedang lesu dan sebagian kami belum berproduksi, kenapa pemerintah justru akan memberlakukan kebijakan ini?" kata Afrizal.
Afrizal juga mempertanyakan kebijakan tersebut mengingat nilai pajak buku sebenarnya lebih kecil jika dibandingkan dengan pajak-pajak lainnya. Kalau mau jujur, ucap dia, pendapatan pajak buku malah kurang begitu signifikan ketimbang pajak lainnya.
"Seharusnya, pemerintah sensitif dan ada keberpihakan untuk berjuang mencerdaskan bangsa bersama penerbit khususnya Ikapi. Bahkan jika bisa, buku-buku di luar pendidikan, agama, dan kitab suci dibebaskan pajaknya semua. Sebab otomatis, jika pajak dinaikkan, harga buku juga akan naik. Ini akan memberatkan rakyat juga," cetusnya.
Untuk itu, dia berharap ada perhatian pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan yang memberatkan penerbit buku dan masyarakat. Itu penting agar budaya membaca masyarakat bisa tumbuh baik di Indonesia.
Tidak konsisten Secara terpisah, pemerhati perbukuan Ki Darmaningtyas menilai saat ini industri buku di Indonesia mengalami masalah yakni lesunya pembeli. Itu terjadi karena dua hal, yaitu minat baca yang rendah dan daya beli masyarakat yang turun karena perlambatan ekonomi. Dengan begitu, banyak industri buku yang terancam bangkrut.
"Kenaikan pajak secara otomatis pada buku akan berdampak pada kenaikan harga, yang akhirnya orang makin malas beli buku, dan industri buku akan semakin terpuruk. Saya tidak tahu seberapa besar pendapatan pajak industri buku sehingga pemerintah perlu menaikkannya," ungkap pengurus harian Taman Siswa itu.
Hemat dia, jika pemerintah konsisten mencerdaskan masyarakat, mestinya bukan menaikkan pajak buku, melainkan membebaskannya agar harga buku murah dan bisa mendorong minat baca, seperti yang terjadi di India.
"Di India semua buku, bukan cuma buku pelajaran, yang murah. Buku yang kalau di Indonesia itu harganya Rp50 ribu, di India hanya Rp20 ribu. Di sana peme-rintahnya berkomitmen agar masyarakat harus cerdas, maka buku dan pendidikan dibuat murah," pungkas Darmaningtyas.
Saat ditanyai permasalahan itu, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Kemendikbud Tjipto Sumadi belum dapat memberikan keterangan mengingat ia baru saja dilantik sebagai Kepala Puskurbuk menggantikan Ramon Mohandas. (H-2)