Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
DALAM upaya mengembangkan sektor perhubungan, baik sarana dan prasarana transportasi maupun logistik, peran swasta perlu dioptimalkan melalui kerja sama yang intensif dengan pemerintah.
Selama ini sektor swasta merasa tidak mendapatkan perhatian pemerintah dalam pengelolaan angkutan transportasi massal sehingga tidak mengherankan bila masih marak ditemukan armada angkutan massal seperti bus dengan kondisi yang tidak layak.
Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Haryono berharap ada campur tangan pemerintah dalam membantu pengusaha angkutan massal untuk mengembangkan layanan dan armada yang ada. Apalagi, selama ini justru sektor swasta yang memiliki kontribusi lebih untuk menunjang kebutuhan transportasi dan logistik masyarakat.
Bantuan yang diharapkan para pengelola angkutan massal, antara lain subsidi untuk menunjang operasional angkutan seperti kemudahan pembiayaan dalam pengadaan bus baru ataupun dalam perawatan armada bus.
“Seharusnya pemerintah dapat belajar pengelolaan angkutan umum dari negara-negara yang sudah maju dalam pengelolaan transportasi. Di negara maju, semua angkutan umum perkotaan diberikan subsidi pemerintah sehingga tarif transportasi menjadi lebih terjangkau masyarakat dengan layanan yang jauh lebih baik,” katanya di Jakarta.
Tarif transportasi, menurutnya, sangat tergantung pada keterisian penumpang angkutan massal. Saat ini, keterisian angkutan massal sangat rendah akibat maraknya masyarakat yang memilih menggunakan kendaraan pribadi karena menganggap angkutan massal perkotaan tidak nyaman. “Ini sangat menekan biaya operasional para pengusaha angkutan massal selain juga menyebabkan kemacetan di jalan karena banyaknya kendaraan pribadi.”
Saat ini swasta dibiarkan bekerja sendiri dalam menyediakan layanan transportasi publik. “Contohnya Metromini dibiarkan investasi sendiri. Dibiarkan bekerja sendiri. Permintaan penumpang menurun sehingga pengelola tidak bisa mengelola armada dengan baik, akibatnya banyak armadanya yang jelek. Tidak pernah ada bantuan.”
Ia berharap agar pengelola transportasi swasta juga bisa mendapatkan subsidi karena mayoritas pelaku usaha transportasi ialah swasta. “Tentunya dengan aturan dan akuntabilitas yang baik, semestinya swasta juga bisa disubsidi untuk menghasilkan layanan yang baik.”
Sektor logistik
Para pelaku usaha angkutan logistik pun mengharapkan hal yang sama, seperti diungkapkan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Logistik Rico Rustombi. Ia berharap pemerintah memberikan kesempatan kepada swasta melakukan fungsi-fungsi yang dilakukan BUMN dan BUMD.
“Sekarang kan, khususnya sektor logistik pembuat kebijakan dan pelaksananya itu BUMN sehingga tidak jarang terjadi konflik kepentingan. Akibatnya, tren kemampuan logistik kita rendah dan tidak efisien. Seharusnya bisa dilakukan elaborasi dengan mengajak swasta untuk bekerja sama, khususnya dalam pembuatan kebijakan di sektor logistik.”
Saat ini sekitar 3%-20% harga jual barang berasal dari komponen biaya logistik. “Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harusnya dapat menyiapkan aturan main. Selama ini ego sektoral antarinstansi pemerintah di sektor logistik sangat tinggi karena melibatkan setidaknya 18 kementerian/lembaga. Standar dwelling time di pelabuhan saja berbeda. Ini penyebab tidak efisiennya sektor logistik kita,” ujarnya.
Menurut Rico, swasta sangat mampu berperan untuk meningkatkan layanan di sektor logistik. “Permasalahannya adalah kesempatan ini belum dibuka secara merata. Untuk fungsi yang menghasilkan pundi-pundi uang masih dikuasai BUMN. Harusnya bisa dilakukan kerja sama dengan swasta.”
Karena itu, ia mengusulkan agar pemerintah serius membentuk badan logistik nasional yang diisi seluruh stakeholder logistik. “Kalau ada ini kan kerja lebih fokus dan bisa lapor langsung pada Presiden bila ada permasalahan di lapangan. Sekarang kan tiap kementerian dan lembaga ada kepentingan masing-masing. Mestinya semua stakeholder dilibatkan untuk identifikasi masalah agar dapat menekan biaya logistik kita yang tidak kompetitif.”
Di sisi lain, pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengungkapkan swasta dapat terlibat dalam upaya menunjang perkembangan sektor perhubungan. Misalnya, sektor transportasi yang eksekutif dan bernilai tinggi. “Profit besar,” ucapnya kepada Media Indonesia.
Akan tetapi, lanjutnya, hingga kini belum ada keterlibatan swasta dalam upaya menunjang perkembangan sektor perhubungan. Pasalnya, belum ada jaminan dari pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan.
Ia mencontohkan proyek kereta api bandara dan pembangunan sejumlah bandara yang pernah ditawarkan kepada swasta. Swasta mundur lantaran belum adanya jaminan berkelanjutan.
Djoko menjelaskan swasta membutuhkan dukungan, misalnya public service obligation. Karena itu, pemerintah harus menghitung secara cermat sebelum menawarkannya.
Selain itu, lanjutnya, kontrak pemerintah dengan swasta juga harus memberikan jaminan bisnis kepada swasta. Bila dalam kondisi menguntungkan, sewa ataupun tagihan akan menyesuaikan. (S-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved