Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
MATA pelajaran agama kerap dinilai kurang menarik oleh para murid. Padahal, dalam desain kurikulum pendidikan, pendidikan agama menjadi salah satu sarana mengajarkan nilai-nilai to-leransi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Oleh karena itu, perlu perbaikan metodologi pendidikan agama mulai tingkat sekolah dasar hingga pendidikan tinggi.
Hal itu diungkapkan pakar pendidikan Islam sekaligus mantan Direktur Pendidikan Islam Kementerian Agama Amin Haedari. Ia mengatakan pendidikan agama perlu dikemas lebih menarik tanpa harus mengubah kurikulum dan materi belajar.
Caranya dengan mengubah pendekatan. Misalnya, melalui diskusi kelompok dan dialog yang di dalamnya dapat menumbuhkan nilai saling menghormati dan menghargai perbedaan pendapat.
“Pelaku utama pendidikan memiliki peran penting dalam mengedukasi dan memberikan pemahaman mengenai perbedaan,” ujar Amin dalam diskusi bertajuk Mengelola Perbedaan dan Memelihara Kerukunan melalui Pendidikan, di Jakarta, kemarin.
Amin menambahkan, meski pendidikan formal penting dalam menanamkan nilai toleransi beragama, lingkungan mempunyai pengaruh lebih besar, khususnya dalam penerapan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari.
Hal itu juga ditegaskan Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan Kementerian Agama Abdul Rahman Masud.
Sebuah studi yang dilakukan Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada 2010 menunjukkan faktor lingkungan mempunyai pengaruh terbesar, yakni 7,2%, terhadap to-leransi antarumat beragama. Sebaliknya pendidikan agama berpengaruh kecil, hanya 1,2%. Selebihnya terdiri atas faktor-faktor lain.
“Lingkungan punya penga-ruh besar dalam menciptakan harmonisasi kehidupan ber-agama. Itu dilatarbelakangi kearifan lokal, seperti budaya gotong royong yang sudah tumbuh di masyarakat sejak dulu,” kata dia.
Perwakilan dari Abdurrahman Wahid Center Universitas Indonesia Ahmad Suaedy memandang perlunya para siswa diajarkan mengenai kearifan lokal untuk memperkaya pemahaman mengenai keberagaman.
“Kita lebih banyak belajar ilmu-ilmu dari luar seperti fisika, matematika, dan turunannya, sementara local knowlegde dianggap tidak ilmiah, padahal penting.”
Pertukaran pelajar
Pada kesempatan sama tim penggagas Komunitas Sabang Marauke Meiske Yoe menuturkan pihaknya menggagas program pertukaran pelajar antardaerah di Indonesia dengan tujuan menanamkan semangat toleransi.
Melalui program tersebut anak-anak dari daerah bermasyarakat homogen diajak untuk tinggal bersama host family di Jakarta, salah satu kota yang masyarakatnya sangat heterogen.
Ha itu dianggap perlu karena nilai-nilai toleransi bukan hanya perlu diajarkan secara formal di sekolah, melainkan juga harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. “Di Jakarta mereka belajar berbaur, ke tempat-tempat ibadah, dan berdialog langsung dengan para tokoh agama.” (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved