Senin 17 April 2023, 23:33 WIB

Akademisi: Perbedaan Idul Fitri adalah Rahmat dan Keindahan

mediaindonesia.com | Humaniora
Akademisi: Perbedaan Idul Fitri adalah Rahmat dan Keindahan

Ist
Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rubiyanah Jalil.

 

HARI Raya Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah segera tiba. Umat muslim seluruh dunia pun bersuka cita menjemput datangnya hari kemenangan tersebut. Begitu juga umat Islam Indonesia, Idul Fitri atau Lebaran menjadi momentum untuk saling bermaaf-maafan serta berintrospeksi untuk membersihkan diri dari segala salah dan dosa.

Namun seperti sering terjadi sebelumnya, kemungkinan Idul Fitri 2023 akan jatuh pada hari berbeda di antara perhitungan bulan oleh pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. Pemerintah dan NU kemungkinan akan menetapkan Idul Fitri 2023 jatuh pada Sabtu (22/4), sedangkan Muhammadiyah sudah memastikannya pada Jumat (21/4).

Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidkom) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Rubiyanah Jalil, mengatakan, masyarakat harus memaknai perbedaan sebagai keberkahan, laiknya hadis Rasulullah SAW, al ikhtilaafu ummati rahmah yang berarti perbedaan di antara umatku adalah rahmat.

Menurutnya, perbedaan harus dimaknai sebagai keindahan yang harus dipupuk dan tidak dijadikan sebagai alat politisasi suatu kelompok.

"Jika perbedaan-perbedaan itu justru dijadikan sebagai bahan untuk memunculkan perpecahan karena ingin memenangkan satu kelompok sendiri maka perbedaan itu justru akan menjadi musibah bagi bangsa Indonesia," kata Rubi yang juga merupakan dosen program studi magister Pengkajian Islam UIN Syarif Hidayatullah dalam keterangannya di Jakarta, Senin (17/4).

Rubi berharap dengan momentum Ramadan dan Idul Fitri ini, umat kembali kepada fitrah manusia yang sesungguhnya yakni fitrah manusia yang mencintai kebenaran, kebaikan, keindahan dan kedamaian. Dengan dilandasi semangat spiritual dan kebangsaan, sejatinya momentum ini mampu memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang dapat meredam perpecahan bangsa.

Ia juga menegaskan bahwa bulan Ramadan dikenal memiliki banyak kemuliaan, mulai dari bulan suci, bulan penuh rahmat, hingga bulan syahru jihad atau bulan jihad. Dikatakan syahru jihad, karena secara historis pelaksanaan Ramadan pada masa Nabi Muhammad SAW bertepatan dengan peristiwa perang dan kemenangan yang diraih umat Islam.


Baca juga: Kemenkumham Salurkan Zakat Rp1,4 Miliar melalui Baznas


Namun semangat ini, kerap disalahartikan oleh beberapa kelompok dengan konteks yang tidak sesuai. Jihad kerap diartikan dengan makna perang (qital), sehingga berpendapat Ramadan adalah waktu yang tepat untuk membuat teror bagi kelompok radikal-terorisme.

"Ketika umat Islam sedang menjalankan ibadah puasa atau menahan diri, itu pada dasarnya kita sedang berjihad, oleh karena itulah Ramadan disebut juga dengan dengan syahrul jihad," tuturnya.

Menurut Rubi, ada satu peristiwa luar biasa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW bersama sahabatnya saat Ramadan, yaitu peristiwa Perang Badar. Dalam kondisi berpuasa, Nabi Muhammad beserta 313 pasukannya melawan 1.000 kafir Qurais dalam Perang Badar. Dengan kondisi timpang, akhirnya umat Islam memenangi perang bersejarah tersebut.

Namun, Rubi mengatakan, euforia kemenangan Perang Badar ini digambarkan oleh Rasulullah sebagai satu perang yang tidak seberapa. Seusai memenangi perang, Nabi Muhammad mengatakan, roza'kna min jihadil asgar ila jihadil akbar (kita pulang dari jihad kecil menuju jihad besar). Kemudian para sahabat bertanya, 'lalu seperti apa jihad akbar itu ya Rasulullah?'.

"Rasulullah menjawab jihadul akbar jihadul nafs, jihad akbar itu adalah perang melawan diri sendiri. Jadi sebenarnya jihad yang paling besar itu bukan jihad secara fisik berperang dan lain-lain, tapi jihad yang besar itu adalah jihad untuk melawan diri sendiri dari segala hawa nafsu yang bisa menghancurkan baik diri sendiri maupun orang lain dan itu berpuasa," ucap Dewan Pakar Asosiasi Komunikasi Penyiaran Islam (Askopis) Indonesia ini.

Dalam konteks keindonesiaan, makna jihad melawan hawa nafsu ini dapat dipupuk untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia sebagai negara yang penuh keberagaman suku, agama, ras dan budaya, perlu menamkan nilai nilai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Menurut Rubi, perlu kesadaran bersama untuk memupuk terus kebhinekaan untuk menghindari perpecahan.

"Jika kita selalu berusaha untuk berjihad melawan diri sendiri, melawan keegoan kita sendiri maka sesungguhnya menjaga kesatuan dan persatuan NKRI adalah hal yang sangat bisa untuk diwujudkan," tandas Rubi. (RO/I-2)

 

Baca Juga

Ist

Brand Jajanan Pasar Nona Ketjil Usung Menu Bertemakan 'Mabok Durian'

👤Media Indonesia 🕔Senin 02 Oktober 2023, 22:41 WIB
Nona Ketjil memiliki misi untuk mengajak Sahabat Nona agar selalu mencintai jajanan dengan menghadirkan lima varian menu bertema...
MI/HO

Himmatul Raih KWP Award Bidang Pendidikan

👤Media Indonesia 🕔Senin 02 Oktober 2023, 22:27 WIB
Penghargaan ini, sambung Himatul, juga menjadi pemicu bagi dirinya untuk terus mempejuangkan pendidikan Indonesia menjadi lebih maju...
Ist

Pelepasliaran Elang Jaga Ekosistem Satwa Langka Gunung Halimun Salak

👤Media Indonesia 🕔Senin 02 Oktober 2023, 22:07 WIB
Elang jawa dan elang ular bido yang direhabilitasi masing-masing berumur 17 bulan dan 2...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

MI TV

Selengkapnya

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya