Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Nasionalisme dan Ketulusan Film

Siti Retno Wulandari
16/6/2016 05:30
Nasionalisme dan Ketulusan Film
(MI/ATET DWI PRAMADIA)

SEJAK kembali ke Indonesia di akhir bulan lalu, hari-hari Wregas Bhanuteja begitu sibuk.

Selain menghadiri pemutaran filmnya--Prenjak/In the Year of Monkey di berbagai tempat, ia pun laris dengan permintaan wawancara.

Prestasi yang dibuatnya lewat Prenjak memang besar.

Film berdurasi 12 menit itu meraih penghargaan The Leica Cine Discovery Prize di Semaine de la Critique Cannes 2016.

Semaine merupakan ajang paralel Festival Cannes dan telah digelar sejak 1961.

Di penghargaan untuk film pendek itu, Prenjak mengalahkan sembilan film lainnya dari berbagai negara.

Tahun lalu, film The Fox Exploits the Tiger's Might karya Lucky Kuswandi juga lolos seleksi ajang itu, tapi tidak berbuah penghargaan.

Film pertama Indonesia yang menjejak ajang itu ialah Tjoet Nja' Dhie karya Eros Djarot.

Kepada Media Indonesia, Kamis (9/6), Wregas mengaku tidak punya formula rumit untuk mencetak sejarah baru bagi Tanah Air.

"Film itu harus tulus dari senimannya, di Prenjak ini saya tidak ingin menjadi siapa-siapa. Apa yang saya yakini, ya saya buat," kata pemuda 23 tahun ini di sela-sela pemutaran karyanya di Institut Francais de'Indonesie, Jakarta.

Soal ketulusan itu, Wregas belajar dari pergaulannya selama ini di perfilman internasional.

Ia memang telah beberapa kali ikut ajang luar negeri hingga masuk nominasi festival film di Berlin pada 2014 dan Hong Kong pada 2015.

Dari sana ia melihat bahwa dunia bukan mencari film yang serbacanggih atau serbafilosofis.

Film yang kuat ialah film yang benar-benar dipahami sang pembuatnya.

Sebab itu, sesungguhnya sang sineas tidak perlu mengangkat cerita yang muluk-muluk, tapi dari lingkungannya sendiri.

Hal itu sekaligus menjadi pencerahan bagi Wregas. Pria lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini mengaku pernah membuat film yang sama sekali tidak ia mengerti.

Hasilnya tentu saja tidak maksimal dan jauh dari kata puas.

Terlebih dalam konsep film pendek, pesan yang kuat dan fokus sangatlah penting sejak awal.

"Cukup satu pesan saja, tetapi mengena dan luas, bukan film panjang yag dipendek-pendekin, enggak sampai nanti pesannya," imbuh Wregas.

Namun, tidak sekadar pesan yang lugas, kekuatan film juga lahir dari kekhasan kisah.

Itu pula yang ia pelajari dari sineas Brasil. Sang sineas mengangkat kisah mengenai kehidupan anak-anak di perkampungan negara tersebut.

Hasilnya ialah sebuah film yang menyentuh sekaligus, dalam bahasa Wregas, 'sangat Brasil'.

Lewat film itu pula, Wregas belajar wujud lain nasionalisme. Nilai-nilai itulah yang ia kemudian dipegang teguh di karya-karyanya.

"Mereka (sineas Brasil) saja angkat hal-hal yang dekat dengan kehidupan mereka, itu membuat nasionalisme saya tetap terjaga," tutur Wregas bersemangat.

Film panjang

Apa yang diucapkan Wregas ialah yang tergambar di Prenjak.

Film itu bertutur tentang seorang perempuan yang menjual batang korek api seharga Rp10 ribu.

Korek itu kemudian dapat dinyalakan sang pembeli untuk melihat bagian paling intim tubuh sang perempuan.

Kisah tersebut terinspirasi dari potret serupa yang konon dilakukan beberapa perempuan di Kota Gudeg di tahun 80-an untuk bertahan hidup.

Masyarakat setempat menyebut para perempuan itu sebagai Ciblek yang berarti cilik-cilik betah melek.

Kata Ciblek yang juga identik dengan nama burung yang kemudian dicarikan padanan lainnya.

Dari situlah lahir nama Prenjak.

"Kalau masyarakat Jawa itu tidak pernah menganggap bencana, harus tetap legowo. Setiap habis diputar, para penonton dari berbagai negara selalu bertanya tentang sisi Indonesia yang saya tampilkan tersebut," kenang Wregas soal sambutan di Cannes.

Kini setelah sukses dengan film pendek, Wregas bersiap dengan langkah baru.

Desember esok, ia akan kembali bertandang ke Paris.

Di sana ia akan mengembangkan skrip sebuah film panjang dengan konsultasi sutradara dunia.

Belajar dari teater

Dengan pencapaian saat ini, siapa sangka justru Wregas dulu beranggapan ia merupakan anak tanpa bakat.

Sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama, ia memang tidak tergabung dalam ekstrakulikuler apa pun, baik dalam seni, olahraga maupun kelompok olimpiade.

Kesempatan menyelami kemampuan diri baru muncul saat ada lomba film antarkelas di kelas 3 SMP.

Meski didaulat sebagai aktor, ia justru sering bertingkah seperti sutradara.

Ia kerap menyalahkan perihal pengambilan sudut gambar pun lakon akting.

Kemampuannya itu datang dari kebiasaan menonton teater.

"Sering diajak sama paman, guru, juga orangtua nonton teater. Secara enggak sadar, masuk ke referensiku. Sejak itu, aku yakin untuk masuk kelas sinematografi saat SMA, dan kuliah di jurusan perfilman. Enggak ada jalan balik dan mundur," kata laki-laki yang sempat bekerja sama dengan Riri Riza dan Mira Lesmana ini.

Wregas kini mengaku sangat senang melihat perkembangan film-film pendek dan festivalnya yang telah marak di Purbalingga, Yogyakarta, hingga Solo.

Film pendek, imbuh dia, sudah memiliki fasilitas pemutaran yang cukup, ruang kreatif, dan budaya menjadi tempat untuk menikmati garapan sutradara-sutradara muda.

Lebih jauh ia berharap para sineas bisa bersatu dan saling mendukung untuk menciptakan karya-karya berkualitas. (M-3)

Biodata :

Nama : Wregas Bhanuteja
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Oktober 1992
Nama orangtua: Ratrianto Saptowibowo dan Ika Rahutami
Pendidikan: Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta
Prestasi:
- Film pendek terbaik di Semaine de la Critique, Cannes 2016 lewat film - Prenjak/In the year of Monkey
- Nominasi di 40th Hong Kong International Film Festival 2016 lewat film The Floating Chopin
- Nominasi di 65th Berlin International Film Festival, Berlinale 2015 lewat film Lembusura
- Nominasi di 39th Hong Kong International Film Festival 2015 lewat fim Lembusura



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik