Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
MASYARAKAT Bali mayoritas memang beragama Hindu. Namun, siapa sangka, ada putri mahkota dari seorang raja di Bali yang memeluk agama Islam. Putri mahkota berparas cantik itu ialah anak Raja Pemecutan Denpasar yang bernama Gusti Ayu Made Rai.
Kisah itu diawali dengan musibah yang menimpa Gusti Ayu Made Rai saat remaja. Dia terkena penyakit kuning (liver). Setelah bertahun-tahun tidak sembuh, akhirnya Raja Pemecutan menggelar sayembara.
Isi sayembara ialah kalau yang menyembuhkan perempuan, dia diangkat menjadi anak angkat dan jika laki-laki, dinikahkan. Sabda sayembara pun terdengar oleh ulama dari Yogyakarta. Ulama itu memanggil anak didik kesayangannya dari Bangkalan, Madura, Pangeran Cakraningrat IV, untuk mengobatinya. “Saat bertemu, Pangeran Cakraningrat IV dan Gusti Ayu jatuh cinta,” ujar juru kunci makam Raden Ayu Pemecutan alias Raden Ayu Siti Khotijah, Jro Mangku I Made Puger, di Denpasar, kemarin.
Singkat cerita, Pangeran berhasil menyembuhkan putri kesayangan raja itu dan keduanya pun dinikahkan. Seusai menikah, Pangeran Cakraningrat IV kembali ke Bangkalan dengan mengajak istrinya ikut serta.
Di Bangkalan kedua mempelai dinikahkan secara islami. Gusti Ayu Made Rai pun menjadi mualaf (pemeluk agama Islam). Nama beliau berubah jadi Raden Ayu Siti Khotijah alias Raden Ayu Pemecutan.
Raden Ayu rajin salat lima waktu. Suatu hari, dia meminta izin pulang ke Bali karena rindu ayah dan ibunya. Pangeran lantas memberi bekal berupa guci, keris, dan pusaka yang diselipkan pada rambut istrinya.
Kegegeran muncul setiba di Bali. Raden Ayu menunaikan salat magrib di Merajan Istana, tempat suci umat Hindu. Patih kerajaan melaporkan itu kepada Raja Pemecutan. Raja yang juga ayahnya marah dan memerintahkan Raden Ayu dibunuh.
Raden Ayu memiliki firasat dan dia pun meninggalkan pesan agar dia tak dibunuh dengan senjata tajam karena itu tak akan bisa. Sebaliknya, gunakan cucuk konde yang disatukan dengan daun sirih dan diikat benang tridatu (benang tiga warna; putih, hitam, dan merah).
“Nanti lempar cucuk konde itu ke arah dada saya sebelah kiri. Apabila saya sudah meninggal, dari badan saya keluar asap. Bila asap yang keluar dari badan berbau busuk, silakan tanam mayat saya sembarangan. Apabila berbau harum, tolong buatkan saya tempat suci keramat,” pesannya.
Setelah cucuk konde ditancapkan, tubuh Raden Ayu mengeluarkan asap dan aroma harum. Selain itu, setelah jasadnya dikebumikan, tumbuh sebatang pohon setinggi 50 sentimeter di tengah makam. “Kakek nenek saya yang waktu itu jadi juru kunci dibisiki Raden Ayu Siti Khotijah agar pohon di tengah makam dipelihara dengan baik. Pohon itu tumbuh dari rambut beliau. Melalui pohon ini Allah SWT memberi mukjizat dan rezeki pada umat yang berziarah,” kata Jro Mangku.
Hingga kini, pohon tersebut terus menjulang tinggi dan diberi nama pohon rambut (taru rambut). Tiap harinya, umat Islam ramai berkunjung ke makam Raden Ayu Siti Khotijah, apalagi saat Ramadan. (OL/RS/S-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved