SEKILAS tidak ada yang berbeda dengan tampilan para penyandang disabilitas low vision. Lantaran tidak terlihat sebagai penyandang disabilitas, masyarakat awam sering kali salah paham dengan kondisi mereka.
Kesalahpahaman tersebut tidak dapat dielakkan lantaran masih rendahnya pemahaman publik akan kondisi disabilitas low vision.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Komunitas Low Vision New Generation (Komloving), Indra Cahya Wiguna, 26, saat ditemui Media Indonesia, Sabtu (26/2).
Indra mengatakan disabilitas low vision ini memang belum begitu dikenal oleh masyarakat karena lebih mengenal disabilitas tunanetra totally blind. Padahal, disabilitas tunanetra sendiri memiliki dua jenis, yakni totally blind (buta total) dan low vision yang masih dapat melihat sebagian atau dalam kondisi terbatas.
"Low vision merupakan hambatan penglihatan yang tidak bisa dikoreksi dengan alat bantu optik standar, misalnya kacamata yang dapat mengoreksi fokus penglihatan, tetapi untuk teman teman low vision tidak seperti itu,” terang Indra.
Disabilitas low vision tidak dapat menggunakan alat optik standar atau tindakan medis sekalipun seperti operasi untuk mengobati kondisinya. Mereka hanya dapat menggunakan alat bantu seperti teropong kecil, kaca pembesar, atau kaca pembesar digital atau fungsi zoom kamera di smartphone untuk memperbesar objek ataupun tulisan.
Untuk asesmen apakah seseorang itu low vision tidak dapat diperiksa secara standar seperti pemeriksaan di optik. Perlu suatu tahapan medis secara menyeluruh yang harus dilalui untuk menentukan apakah seseorang low vision atau tidak.
Indra pun menyebut penyebab seseorang mengalami low vision sangat beragam, baik itu karena medis seperti permasalahan di retina, saraf atau katarak, juga kecelakaan, atau memang sudah bawaan sejak lahir.
Mengedukasi lewat silaturahim
Guna menyebarluaskan informasi sekaligus mengedukasi masyarakat, keluarga serta penyandang low vision, Indra menjelaskan ia dan rekan rekannya yang juga penyandang low vision berinisiatif membentuk sebuah komunitas. Tujuan utamanya ialah menjadi support system teman-teman low vision sekaligus melakukan edukasi.
Didirikan pada 18 Januari 2020, Indra dan rekan-rekannya membentuk Komloving yang agenda utamanya ialah sharing dan pertemuan. Tema yang diangkat dalam setiap pertemuan pun beragam, baik itu pengetahuan keterampilan maupun informasi bermanfaat lainnya dari narasumber kompeten di bidangnya.
Uniknya kegiatan tersebut dilakukan dari rumah ke rumah anggota Komloving. Hal tersebut karena mereka belum memiliki sekretariat permanen untuk melaksanakan kegiatan. Sampai akhirnya per 26 Februari kemarin telah ada sekertariat tetap dari Komloving di wilayah Depok.
"Silaturahim dari rumah ke rumah merupakan salah satu agenda kita. Dengan silaturahim ke rumah teman low vision kita memberikan edukasi ke keluarga dan lingkungan sekitar dari penyandang low vision. Sambil kita silaturahim, keluarga dan lingkungan bisa menilai bahwa para penyandang low vision masih bisa melakukan kegiatan meski memiliki hambatan dalam penglihatan. Itu tidak membuat kita menyerah," ungkap Indra.
Indra mencontohkan dirinya yang memiliki low vision sejak kecil saat ini tetap dapat beraktivitas dan berwirausaha serta membantu pekerjaan lainnya. Meski tentu ada batasan batasan yang tetap ia jaga agar kondisinya tidak memburuk, dan tidak merugikan orang lain yang meminta bantuannya.
Edukasi untuk keluarga
Indra menilai edukasi sebagai hal penting, sebab ada beberapa kasus yang ternyata keluarga tidak mendukung penyandang low vision karena menganggap kondisinya sudah seperti itu.
"Tidak usah melakukan apa pun karena belum tentu bisa. Anggapan-anggapan negatif itu sering kali justru mematikan semangat. Padahal, jika dia mau, dia bisa melakukannya dengan caranya sendiri," kata Indra.
Program lainnya, ada pelatihan bagi para anggota, baik itu mengadakan sendiri atau bekerja sama dengan pihak lain atau undangan dari pihak lain. Misalnya, pelatihan untuk kopi seperti barista, mengingat satu dua tahun ini barista tunanetra sedang viral.
"Kita juga mengadakan pelatihan kreativitas seperti membuat telur asin, dan ke depannya rencananya kita ada pelatihan terkait aksesibilitas teman-teman tunanetra. Jadi, salah satu aksesabilitas ini ialah screen reader untuk laptop maupun smartphone. Misalnya, untuk laptop ada program laptop berbicara sehingga apa yang dituju kursor atau yang di klik itu akan ada feedback ke kita dalam bentuk suara sehingga tidak selalu dalam bentuk visual," terangnya.
Dengan beragam pelatihan tersebut Indra berharap anggota Komloving dapat bangkit dan lebih percaya diri dalam menjalani kegiatan kesehariannya. Komloving itu dibentuk agar anggotanya dapat mandiri, berkembang sesuai dengan bakat dan bidang masing-masing. Ia ingin agar para anggotanya berkembang bersama sebagai satu support system. (N-1)