Program Fasilitasi Pusat Kolaborasi Riset (PKR) menjadi wadah untuk membangun budaya kolaborasi riset. Hal itu agar bisa saling bersinergi menuju riset yang unggul dan berdaya saing.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menjelaskan saat ini, BRIN memiliki 85 Pusat Riset yang berada di bawah 12 Organisasi Riset. Namun 85 Pusat Riset tersebut masih bersifat generik.
“PKR ini lebih fokus pada substansi riset yang spesifik sehingga lebih meningkatkan aspek kapasitas dan kompetensi risetnya. Serta mendorong para peneliti akan lebih banyak berkolaborasi,” kata Handoko dalam keterangannya, Jumat (11/3).
Menurutnya, fasilitasi ini bukan skema baru, tapi merupakan upgrading dari Program Unggulan Iptek (PUI) sebelumnya. Handoko juga menyebutkan BRIN berkewajiban memperkuat dan memperbaiki ekosistem riset, sehingga setiap orang bisa masuk ke dalam aktifitas riset. PKR ini menjadi salah satu skema untuk mendorong hal tersebut.
Adanya fasilitasi pusat kolaborasi riset ini juga untuk merespons perkembangan riset dan ilmu pengetahuan yang sangat cepat, karena spektrum riset terdiversifikasi secara luas dan semakin detail. “Kalau kita membentuk Pusat Riset yang permanen akan menjadi beban. Maka bagaimana mengoptimalkan SDM di kampus dan industri agar bisa adaptif mengikuti dinamika riset yang terus berkembang,” ujarnya.
Di lain sisi, Handoko berharap akan semakin banyak pihak yang mengajukan proposal yang menarik dan kompetitif. Selain juga, diharapkan agar PKR saat ini terus dikembangkan dari PKR IPTEK dan PKR Industri. “Ke depan kita juga akan kembangkan menjadi PKR internasional yang berafiliasi dengan kampus lokal dan mitra global,” harapnya.
Plt. Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono menyebutkan PKR menjadi wadah bagi kolaborasi yang memanfaatkan pelaksanaan riset dan inovasi. Terutama yang bertaraf internasional di bidang spesifik secara multi dan interndisplin.
“Kita ingin lebih mendorong adanya budaya kolaborasi. Jadi nilai yang kami harapkan ke depan terjadinya kolaborasi multidisiplin ilmu bahkan kolaborasi internasional sehingga nantinya akan menjadi center of excellent atau hub tumbuhnya ilmu pengetahuan dan teknologi baru berbasis riset,” beber Agus.
Dikatakan Agus, saat ini PKR baru dibuka dari periset dari perguruan tinggi yang ditunjuk sebagai pengusul. Ke depan, pihaknya akan membuka seluas-luasnya tidak hanya untuk perguruan tinggi tapi juga rumah sakit atau lembaga litbang di bawah industri yang terlibat dalam Pusat Kolaborasi Riset.
Salah satu tujuan adanya fasilitasi pusat kolaborasi riset ini, lanjut Agus, untuk meningkatkan critical mass. Meskipun BRIN saat ini telah mengintegrasikan semua unit litbang. Akan tetapi BRIN saat ini masih membutuhkan berbagai aspek kompetensi yang belum dimiliki, sehingga dapat saling melengkapi antara perguruan tinggi, industri dan lembaga litbang.
Agus menyebutkan dari pembukaan usulan penerima Fasilitasi Pusat Kolaborasi Riset Gelombang 1 Tahun 2022 terdapat 38 proposal yang diajukan. Setelah melalui seleksi administrasi terpilih 15 proposal yang lolos. Kemudian, setelah dilakukan seleksi substansi dan review usulan anggaran, terpilih 6 proposal yang ditetapkan menerima fasilitiasi Pusat Kolaborasi Riset BRIN.
Enam proposal yang terpilih tersebut, diantaranya PKR Biosensor dan Biodivais untuk Pengendalian Penyakit Tropis dan Wabah Penyakit (ITB), Pusat Kolaborasi Riset Biofilm (UGM), Pusat Kolaborasi Riset Kosmetik Berteknologi Nano Berbasis Biomassa (Universitas Mulawarman), Riset Metabolomik Fungsional: Biomarker dan Mekanismenya (Universitas Indonesia), Penelitian dan Pengembangan Biomaterial Dari Sumber Daya Hayati Kelautan (Universitas Padjadjaran), Pembentukan Pusat Kolaborasi Riset Biomassa Dan Biorefineri (Universitas Padjadjaran).
BRIN sendiri akan membuka kembali Fasilitasi Pusat Kolaborasi Riset untuk Gelombang 2 pada periode April-Juni dan Gelombang 3 pada periode Oktober. “Pendaftaran akan dibuka sepanjang tahun dan sejauh ini animonya sangat tinggi, kita harapkan bisa semakin meningkat,” pungkasnya. (OL-12)